Ia menjelaskan, kebijakan Biden ini memang tak terduga. Pasalnya, AS sangat bergantung pada Arab Saudi, khususnya dalam hal minyak.
"Hampir semua perusahaan minyak di Saudi kan ada hubungannya dengan AS. Kalau Saudi mengalihkannya ke negara lain, itu AS akan dibuat kelabakan," jelas dia.
Kendati demikian, Titik melihat bahwa AS mungkin memiliki pertimbangan lain setelah menarik dukungan militernya ke Arab Saudi.
Baca juga: Ramai soal Senam Ampun Bang Jago Saat Kudeta Militer di Myanmar, Ini Cerita Pengunggahnya...
Misalnya, reformasi di bawah Mohammed bin Salman yang semula untuk mencari simpati Barat, justru berpotensi menimbulkan konflik internal di antara grass root Arab Saudi.
"Itu mungkin dibaca AS bahwa Arab Saudi memendam potensi konflik dari dalam, sehingga ingin melepaskan diri," ujarnya.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga memunculkan kemungkinan bahwa AS akan menjalin hubungan dengan Iran, meski wacana itu sudah ada sejak era Barack Obama.
"Karena upaya menyudutkan Iran itu kan tidak berhasil, Iran tetap bisa survive. Embargo sejak 1979 itu juga seperti tidak ada pengaruh negatifnya bagi Iran, sehingga ya lebih baik menjalin hubungan," kata Titik.
"Kalau dalam Hubungan Internasional itu kan ada istilah if you can't beat your enemy, better you join your enemy, jadi kemungkinan seperti itu. Tentu saja ini membuat Saudi tidak tenang," tambahnya.
Baca juga: Setelah Larang WNA dari 20 Negara, Arab Saudi Juga Keluarkan Aturan Baru soal Covid-19, Apa Saja?