Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Sertifikat Tanah Asli Bakal Ditarik BPN, Ini Penjelasan Kementerian ATR

Kompas.com - 03/02/2021, 16:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabar akan adanya sertifikat tanah yang ditarik kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan digantikan dengan sertifikat elektronik ramai menjadi perbincangan warganet.

Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (Permen ATR) Nomor 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik yang akan mulai berlaku pada 2021.

Banyak dari mereka yang meragukan keamanan sertifikatnya jika dipegang negara.

Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak di Ciamis, Apa Sebabnya?

Berikut ini beberapa twit yang membicarakannya:

Baca juga: Viral Video Kades di Wonosobo Sumbang Tanah untuk Makam Pasien Virus Corona

Penjelasan ATR

Menanggapi hal itu, staf khusus Menteri ATR BPN Bidang Kelembagaan Teuku Taufiqulhadi menjelaskan sertifikat tanah tidak dikumpulkan begitu saja, tapi akan ditukar menjadi sertifikat elektronik.

"Tidak persis demikian. Tapi persisnya adalah ditukar. Ditukar antara sertifikat manual (hard copy) dengan sertifikat elektronik," katanya kepada Kompas.com, Rabu (3/2/2021).

Lanjutnya jika sudah ada sertifikat elektronik, yang manual wajib diserahkan kepada BPN untuk dokumen.

Baca juga: Di Balik Program Hapus Tato Gratis Polres Tanah Laut


Dia menjelaskan ketika ada perubahan dari sertifikat manual menuju sertifikat elektronik, maka warga tidak membutuhkan lagi sertifikat manual.

"Kenapa? sertifikat manual itu sangat tidak aman. Mudah hilang, mudah diambil orang dan mudah digandakan," ujarnya.

Sementara itu, menurutnya sertifikat elektronik sangat aman karena itu berada dalam database.

Dengan demikian, itu tidak mudah hilang, tidak mudah digandakan dan tidak akan rusak.

Baca juga: Sosok di Balik Konsep Ibu Kota Negara Nagara Rimba Nusa

Kapan program diterapkan?

Bentuk Sertifikat ElektronikKementerian ATR/BPN Bentuk Sertifikat Elektronik

Taufiq menjelaskan program itu sudah dimulai saat ini, tetapi baru terbatas pada kantor pertanahan yang siap dan mudah diawasi seperti Jakarta dan Surabaya.

"Tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Tapi kita laksanakan secara gradual," katanya.

Dia menjelaskan pelaksanaan diawali dengan uji coba sebelum pelaksanaan serentak dilaksanakan nanti.

Baca juga: 3 Tokoh Dunia Ini Diajak Bangun Ibu Kota Baru, Siapa Saja?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com