Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoal Kebijakan Baru AS untuk Arab Saudi, Apa Dampaknya?

KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Kamis (4/2/2021), menyatakan akan berhenti mendukung kampanye militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.

Hal ini dilakukan sebagai komitmen AS untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Yaman yang 80 persen penduduknya dalam kondisi sangat membutuhkan dan jutaan orang berada di ambang kelaparan.

"Perang ini harus berakhir. Untuk menegaskan komitmen itu, kami mengakhiri semua dukungan terhadap operasi ofensif dalam perang di Yaman, termasuk penjualan senjata yang relevan," kata Biden.

Tak hanya itu, Biden juga berniat mencabut label teroris Houthi Yaman dengan alasan yang sama.

Rencana itu bahkan telah dikonfirmasi oleh pejabat Departemen Luar Negeri AS, sehari setelah pengumuman penghentian dukungan militer kepada Arab Saudi.

Dengan kebijakan ini, apa dampaknya bagi Arab Saudi dan kawasan?

Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati mengatakan, kebijakan itu tentu akan menjadi angin segar bagi Houthi, kelompok yang diperangi Arab Saudi di Yaman.

Selain itu, kebijakan ini juga menguntungkan Iran yang selama ini dituduh mendukung Houthi.

"Karena selama ini Iran itu dituduh membantu Houthi. Dengan penghapusan ini, maka Iran tak bisa lagi dituduh sebagai negara yang mendukung terorisme," kata dosen yang akrab disapa Titik itu kepada Kompas.com, Minggu (7/2/2021).

Ia menjelaskan, kebijakan Biden ini memang tak terduga. Pasalnya, AS sangat bergantung pada Arab Saudi, khususnya dalam hal minyak.

"Hampir semua perusahaan minyak di Saudi kan ada hubungannya dengan AS. Kalau Saudi mengalihkannya ke negara lain, itu AS akan dibuat kelabakan," jelas dia.

Kendati demikian, Titik melihat bahwa AS mungkin memiliki pertimbangan lain setelah menarik dukungan militernya ke Arab Saudi.

Misalnya, reformasi di bawah Mohammed bin Salman yang semula untuk mencari simpati Barat, justru berpotensi menimbulkan konflik internal di antara grass root Arab Saudi.

"Itu mungkin dibaca AS bahwa Arab Saudi memendam potensi konflik dari dalam, sehingga ingin melepaskan diri," ujarnya.

Tak hanya itu, kebijakan ini juga memunculkan kemungkinan bahwa AS akan menjalin hubungan dengan Iran, meski wacana itu sudah ada sejak era Barack Obama.

"Karena upaya menyudutkan Iran itu kan tidak berhasil, Iran tetap bisa survive. Embargo sejak 1979 itu juga seperti tidak ada pengaruh negatifnya bagi Iran, sehingga ya lebih baik menjalin hubungan," kata Titik.

"Kalau dalam Hubungan Internasional itu kan ada istilah if you can't beat your enemy, better you join your enemy, jadi kemungkinan seperti itu. Tentu saja ini membuat Saudi tidak tenang," tambahnya.

Terlepas dari itu, Titik berharap bahwa dihentikannya dukungan AS ini menjadi titik awal bagi rekonsiliasi antara Arab Saudi dengan Houthi Yaman.

Sebab, intervensi asing selama ini justru merusak hubungan internasional di Timur Tengah.

Menurutnya, konflik Arab Saudi-Iran atau Sunni-Syiah ini memang diinginkan oleh Barat untuk menguasai kawasan tersebut.

"Pikiran orang Barat kan adu domba adalah cara menguasai. Padahal para pemikir Arab itu punya ide sendiri bagaimana mengelola wilayah mereka, ide mereka ya seperti Soekarno itu, 'berdiri di atas kaki sendiri'. Tapi itu tidak disukai oleh Barat," tuturnya.

Hal ini berdasarkan pengalaman Lebanon pada 1980-an yang perlahan dapat menyelesaikan perang saudara pasca-hengkangnya AS, Perancis, dan Israel.

Dengan kondisi negara yang bertolak belakang, Titik menyebut Arab Saudi dan Yaman sebenarnya saling bergantung satu sama lain.

"Saudi kan kaya, sedangkan Yaman itu negara miskin, sehingga Saudi butuh tenaga kerja dari Yaman dan Yaman butuh pekerjaan dari Saudi. Merka itu saling bergantung," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/08/092900865/menyoal-kebijakan-baru-as-untuk-arab-saudi-apa-dampaknya-

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke