Terkait dengan pembakaran yang viral beberapa waktu lalu, mengutip Kompas.com, Sabtu (30/1/2021) pelaku diduga merupakan seorang WNI yang tinggal di Malaysia.
Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy.
"Tim masih bekerja keras untuk membuat terang kasus tersebut. Informasi dari penyelidik, pelaku orang Aceh yang tinggal di Malaysia," kata Winardy.
Baca juga: Viral Unggahan Suratpad, Situs untuk Tulis Surat, Pembuatnya Mahasiswa Aceh
Mengapa penghinaan simbol negara masih kerap terjadi?
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim mengatakan, manusia seharusnya memiliki moralitas untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Sehingga, jika seseorang memiliki ketidaksepahaman atau ketidakcocokan terhadap sesuatu, dalam hal ini lambang negara, maka seharusnya disampaikan dengan cara yang tepat, seperti berdiskusi atau berargumentasi.
"Tapi mungkin, mereka (pelaku penghinaan) tidak tahu caranya, atau tidak mau dengan cara seperti itu. Dianggapnya lebih 'aman' dengan bikin lucu-lucuan. Nah itu yang kemudian mendorong orang yang tidak suka untuk melakukan hal tersebut," kata Romi, begitu ia biasa disapa, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (2/1/2021).
Baca juga: Seni Perlawanan Anak Muda di Balik Poster Lucu Pendemo
Saat disinggung terkait korelasi umur pelaku dengan pelecehan simbol negara, Romi menjelaskan masa remaja adalah fase ketika seseorang membentuk identitas diri.
Identitas tersebut didapat melalui umpan balik dan introspeksi yang remaja lakukan, terhadap persepsi yang diberikan orang lain terhadap dirinya.
"Umpan baliknya dari pergaulan. Kalau itu enggak ada, dia membentuk identitas dirinya dengan berselancar di dunia maya. Di sana dia kemudian mendapat orang yang mendukung jika dia melakukan sesuatu," ujar Romi.
"Sehingga, dia akhirnya merasa mendapat pengakuan di situ," imbuhnya.
Oleh karena itu, menurut Romi, tugas perkembangan remaja adalah bergaul dan mencari teman.
Namun, jika mencari teman melalui dunia maya, Romi berpendapat bahwa hal itu kurang bisa memberikan umpan balik yang dibutuhkan untuk perkembangan identitas.
"Makanya orang yang diem, orang yang tidak banyak bergaul, itu biasanya lancar banget di medsos. Karena kan orangnya enggak kelihatan. Orang yang sulit bergaul kan rata-rata kurang percaya diri, harga dirinya kurang, nah kalau di dunia maya kan enggak kelihatan," kata Romi.
Baca juga: Ramai soal Kasus Eiger dan Mengenal Apa Itu Doxing...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.