Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/09/2019, 05:50 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hal unik muncul di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR sejak Senin (23/9/2019) hingga Selasa (24/9/2019).

Beberapa mahasiswa terlihat memegang spanduk dan poster-poster dengan tulisan bernada humor untuk menyuarakan aspirasinya.

Meski terlihat nyeleneh, kata-kata dalam spanduk dan poster tersebut juga bernada sarkasme.

Foto-foto mahasiswa dengan tulisan-tulisan sarkas itu pun viral di media sosial. Menurut Bagong Suyanto, sosiolog dari Universitas Airlangga, pesan-pesan bernada humor tersebut memang tak luput dari pengaruh media sosial.

"Demo sekarang makin beragam. Peserta ada yang keras, ada yang menikmati sebagai bagian dari ekspresi identitas," ucapnya saat dihubungi Kompas.com via aplikasi pesat WhatsApp, Rabu (25/9/2019).

Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta itu, mereka menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.ANTARA FOTO/ANDREAS FITRI ATMOKO Ribuan mahasiswa mengikuti aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23/9/2019). Dalam aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta itu, mereka menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.

Menurutnya, hal menarik dalam bentuk protes tersebut adalah munculnya entertainisasi demo, di mana pesan protes dikemas dalam terminologi humor supaya viral.

"Itu bentuk kreatifitas anak milenial," ungkapnya.

Bagong juga mengatakan, protes dengan jalan humor ini sudah aja sejak lama. Namun, yang terjadi saat ini bukan sekadar humor. Ada unsur entertaintment di dalamnya.

"Cara protes pakai satire ini sudah ada sejak lama. Ingat 'Mati Ketawa Cara Rusia'," tambahnya.

Mati Ketawa ala Rusia merupakan buku yang sempat best seller di tahun 1983. Buku tersebut menggambarkan anekdot yang menyindir betapa sulitnya mengungkapkan pendapat di masa komunisme ala Brezhnev.

Baca juga: Demo UU KPK dan RKUHP, 232 Orang Jadi Korban, 3 Dikabarkan Kritis

Massa aksi Bali Tidak Diam berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar, Selasa (24/9/2019)KOMPAS.com/ IMAM ROSIDIN Massa aksi Bali Tidak Diam berkumpul di Parkir Timur Lapangan Renon, Denpasar, Selasa (24/9/2019)

Buku tersebut menghimpun 200 lelucon Rusia sekitar tema politis, sampai rumah tangga.

Hal senada juga diungkapkan oleh Novri Susan sosiolog sekaligus pengamat politik dari Universitas Airlangga.

Menurutnya, cara menyampaikan aspirasi dengan gaya humor menjadi seni perlawanan (art of resistance) di kalangan muda milenial. Hal ini sangat dipengaruhi oleh konteks pertumbuhan sosial generasi ini yang tidak berada dalam represi kekerasan seperti era Orde Baru.

"Seni perlawanan memang sering mengambil dari bahasa-bahasa paling dekat, sehari-hari, yang dipahami oleh fase generasi tertentu termasuk generasi milenial," ucapnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/9/2019).

Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berjalan kaki sambil membawa poster saat berunjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). Unjuk rasa yang diikuti ribuan mahasiswa itu menuntut dilakukannya peninjauan kembali atas UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi, dukungan terhadap KPK, dan menolak rencana pengesahan RUU KUHP.ANTARA FOTO/R REKOTOMO Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berjalan kaki sambil membawa poster saat berunjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). Unjuk rasa yang diikuti ribuan mahasiswa itu menuntut dilakukannya peninjauan kembali atas UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi, dukungan terhadap KPK, dan menolak rencana pengesahan RUU KUHP.

Novi juga mengatakan, perkembangan humor politik ini tak luput dari pengaruh media sosial. Menurutnya, mahasiswa adalah makhluk sosial digital di mana media sosial adalah ruang sosial bagi setiap interaksi.

"Perkembangan humor politik memang berkembang dari media sosial. Saat ini para pemuda, mahasiswa, adalah makhluk sosial digital di mana media sosial adalah ruang sosial bagi setiap interaksi. Jadi, humor politik berkembang dalam media sosial," ujar dia.

Baca juga: Menilik Pernyataan Wiranto, dari Anggapan Demo Tak Relevan hingga Ganggu Ketertiban Umum

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com