Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Mulai Uji Klinis Carrimycin untuk Pengobatan Covid-19

Kompas.com - 09/04/2020, 12:12 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rumah Sakit Youan Beijing pada Februari 2020 memulai penelitian untuk meneliti kemanjuran dan keamanan obat Carrimycin dalam pengobatan infeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Obat yang secara khusus dikembangkan untuk saluran pernapasan atas ini telah terdaftar di Administrasi Produk Medis Nasional China.

Dengan nama "Bite", antibiotik baru itu dikembangkan oleh Institute Medicinal Biotehnology (Akademi Ilmu Pengetahuan Medis China) dan Shenyang Tonglian Group Co Lts.

"China memiliki hak kekayaan intelektual eksklusif dan teknologi utama dari obat ini," tulis laman Akademi Ilmu Pengetahuan Medis China.

Baca juga: Ahli Perancis dan Australia Uji Coba Vaksin BCG untuk Perangi Corona

Apa itu Carrimycin?

Sejarah pengobatan Carrimycin ini bermula pada 2003 ketika Institute Medicinal Biotehnology dan Shenyang Tonglian Group Co Lts memprakarsai kolaborasi untuk mengembangkan perawatan ini.

Dalam rentang waktu itu, mereka mematenkannya di 12 negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan lain-lain.

Obat tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang kuat serta penghambat mikoplasma dan klamidia tanpa menunjukkan resistensi.

Carrimycin juga aktif melawan beberapa bakteri gram negatif (seperti clostridium difficile dan bacillus influenzae) dan jamur candida albicans.

Dengan dana dari pemerintah, penelitian itu menjadi salah satu riset kolaborasi besar di China dengan melibatkan 520 pasien Covid-19.

Meneliti pasien Covid-19 usia 18-75 tahun

Beberapa kriteria pasien dalam penelitian itu adalah berusia usia 18-75 tahun dengan stratifikasi klinis:

  • Jenis ringan: gejala klinis ringan atau tanpa gejala dan tak ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
  • Jenis biasa: demam, gejala pernapasan, ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
  • Jenis parah: gangguan pernapasan, RR lebih dari 30 kali per menit, saturasi oksigen jari kurang dari 93 persen dalam keadaan diam
  • Jenis kritis: terjadi kegagalan pernapasan, pasien mengalami syok, memerlukan perawatan darurat karena kegagalan organ.

Baca juga: Obat Percobaan Mampu Blokir Corona, Ilmuwan Uji pada Organoid

Para peneliti mencoba untuk menetapkan kriteria penyembuhan klinis dan model prediktif awal berkembangnya Covid-19.

Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian itu adalah mengetahui waktu demam hingga normal, waktu resolusi peradangan paru, dan konvensi negatif RNA virus corona pada akhir pengobatan.

Dalam riset ini, pasien diberi obat Carrimycin yang disetujui, baik lopinavir maupun chloroquine.

Targetnya, penelitian itu baru akan selesai pada 28 Februari 2021.

Dengan kondisi pandemi virus corona yang belum menunjukkan tanda akhir, para profesional medis di seluruh dunia berusaha untuk terlibat dan melakukan apa pun untuk menemukan obat mengatasi virus itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com