Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Perbedaan Penanganan Wabah Virus Corona di Asia dan Eropa

Kompas.com - 22/03/2020, 13:44 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

"Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah adalah apakah dan kapan harus bertindak atas ancaman kesehatan. Jika Anda bertindak cepat dan wabah tidak seburuk itu, pemerintah akan dikritik karena bereaksi berlebihan. Namun, jika Anda menunggu dan bergerak lambat, pemerintah akan dikritik kurang bereaksi," kata Profesor di University of British Columbia Steve Taylor.

Baca juga: Kilas Balik Saat Wabah Virus H1N1, dari Pandemi hingga Ditemukan Vaksin, Akhirnya Teratasi...

Ada negara-negara yang awalnya memiliki tingkat penyebaran cepat seperti Korea Selatan hingga sempat menjadi negara dengan jumlah infeksi terbanyak di luar China.

Namun, negara ini berhasil mengontrol wabah melalui pengujian ketat dan melacak kontak mereka yang terinfeksi. Setelah itu, infeksi pun mereda, bahkan ketika pada akhirnya wabah menyebar di seluruh Eropa.

Kemampuan Korea Selatan tidak lepas dari pengalaman wabah virus corona sebelumnya seperti MERS pada tahun 2015 dan SARS pada tahun 2002 hingga 2003. Wabah ini juga mempengaruhi Taiwan, Hong Kong, dan wilayah lainnya.

Penyakit-penyakit ini nyaris menyentuh negara-negara barat, termasuk Ebola.

"Orang-orang tidak terlalu baik dalam memperkirakan risiko. Angan-angan, perkiraan sumberdaya yang berlebihan, dan faktor-faktor lain dapat mengaburkan penilaian risiko kita. Ini yang mungkin terjadi selama pandemi saat ini," kata Taylor yang juga penulis buku The Psychologi of Pandemics.

"Saya pikir kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu, dan Korea Selatan adalah contoh yang sangat kuat dari itu jika Anda melihat jumlah pengujian yang telah mereka lakukan, dan seberapa cepat mereka dapat memobilisasi," kata Ashley Arabasadi, ketua emeritus KonsorsGlobal Health Security Agenda Consortium

"Kita seharusnya menggunakan waktu itu [pada bulan Januari dan Februari] dengan lebih bijak, tetapi, agar adil, semua orang berurusan dengan hal yang tidak diketahui," kata Laura Spinney, seorang jurnalis sains yang buku terbarunya adalah Pale Rider: The Spanish Flu of 1918 and How it Changed the World.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Penjara Alcatraz Ditutup

Awalnya mungkin pihak berwenang tidak ingin membuat panik, kata dia, tetapi kemudian keseimbangan bergeser sehingga "bahaya terbesar bukanlah panik, tapi merasa aman dan terlalu banyak pemerintah tidak bergerak".

Namun menurut Laura, pelajaran tragis dari krisis awal ini diharapkan tidak dilupakan. Pemerintah perlu berinvestasi dalam sistem perawatan kesehatan, sehingga ketika pandemi berikutnya tiba, bisa lebih siap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com