KOMPAS.com - Wabah virus corona masih menjadi kekhawatiran di dunia, termasuk di Indonesia.
Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya kasus positif Covid-19, penyakit yang disebabkan infeksi virus corona jenis baru.
Setelah hampir tiga minggu, jumlah kasusnya terus bertambah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Masyarakat diimbau untuk waspada, tetapi tidak panik. Di tengah gempuran informasi seputar virus corona, tak sedikit yang merasakan kecemasan.
Bagaimana cara menjaga kesehatan mental dengan tetap waspada tetapi tidak panik dan takut berlebihan menghadapi wabah virus corona?
Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Koentjoro, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/3/2020), memberikan ulasannya mengenai hal ini.
Koentjoro mengungkapkan, hanya ada satu cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat agar tidak panik menghadapi situasi wabah penyakit ini, yakni kembali ke konsep dasarnya.
"Satu yang harus kita lakukan, kita harus kembali kepada konsep pentingnya antibodi. Virus itu, apa pun itu, ada di sekitar kita. Tetapi yang bisa melawan hanya antibodi kita," kata Koentjoro.
Ia mencontohkan, saat kita bersin, artinya sistem tubuh tengah menolak virus yang masuk ke dalam tubuh.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memperkuat antibodi sebagai senjata utama menghadapi virus.
"Dengan cara olahraga yang cukup, istirahat yang cukup. Sebetulnya itu, sehingga tidak perlu kita takut secara berlebihan. Selama kita sehat, itu tidak masalah. Vitamin E juga vitamin C itu saja sudah cukup," ujar dia.
Jika sudah memahami konsep dasar dari virus dan tahu cara melawannya, maka masyarakat tidak akan panik yang berlebihan.
Baca juga: [POPULER TREN] Cara Membuat Cairan Disinfektan | Penularan Virus Corona dari Orang Tanpa Gejala
Yang terjadi saat ini, menurut Koentjoro, karena ketidaksiapan masyarakat menerima berbagai aliran informasi soal Covid-19, akhirnya kecemasan itu muncul.
"Secara psikologis itu menggambarkan ketakutan, bahwa kecemasan itu menular. Ketika ketakutan dan kecemasan itu menular, maka yang akan terjadi adalah orang menjadi semakin depresi, bingung, dan sebagainya," jelas Koentjoro.