Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambali, Dalang Bom Bali 2002, Mulai Sidang Pra-Peradilan di Guantanamo

Kompas.com - 25/04/2023, 20:05 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

GUANTANAMO, KOMPAS.com - Ketika Imam Samudra pertama kali ditahan karena serangan bom Bali tahun 2002, dia membantah mengenal Hambali, pria Indonesia lainnya yang dituduh sebagai dalang utama pengeboman di Sari Club dan Paddy's Bar yang menewaskan 202 orang.

Imam Samudra dieksekusi mati pada 2008 bersama dua orang lainnya, kakak-beradik Amrozi dan Mukhlas, yang divonis bersalah dalam ledakan bom di Bali yang menewaskan 88 orang warga Australia.

Namun, pengacara Hambali, yang kini bersiap menghadapi sidang pra-peradilan di Guantanamo Bay minggu ini, mengatakan kesaksian Imam Samudra bisa membuktikan kliennya tidak bersalah bila mereka bisa mendapatkan catatan kesaksian lengkapnya.

Baca juga: Hambali, Otak Bom Bali 2002, Akan Diadili AS Setelah 15 Tahun Tanpa Dakwaan di Guantanamo

"Kami tahu dari dokumen yang sudah beredar umum bahwa Iman Samudra mengatakan dia sama sekali tidak mengenal Hambali, dan Hambali tidak ada hubungannya dengan bom Bali," kata pengacara utama Hambali, Jim Hodes.

"Yang kami tidak tahu saat ini adalah seberapa dalam badan penegakan hukum di Amerika Serikat, entah itu FBI atau badan intelijen militer lain, pernah berbicara dengan Imam Samudra, Amrozi, atau Mukhlas ketika mereka sedang menunggu eksekusi atau menunggu disidangkan."

Namun, para penyidik Indonesia tidak pernah meragukan bahwa Hambali bersalah dan mengatakan bukti-bukti yang dimiliki sangat kuat.

Sekarang Hambali--yang nama aslinya Encep Nurjaman--dikenai sejumlah tuduhan terkait dengan bom Bali tahun 2002, dan ledakan bom di Hotel Marriott Jakarta pada tahun 2003 yang menewaskan 12 orang.

Hambali dituduh sebagai pimpinan Jemaah Islamiah di Malaysia, kelompok teror yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda, yang melakukan pengeboman di Indonesia.

Dia akan disidangkan bersama dua orang lainnya dari Malaysia.

Kuasa hukum Hambali mencari dokumen

Selama berbulan-bulan tim pembela Hambali berusaha mendapatkan akses ke dokumen yang dimiliki tim penuntut Pemerintah Amerika Serikat terkait kesaksian Imam Samudra.

Mereka juga berusaha mendapatkan dokumen yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan Polisi Federal Australia (AFP) yang membantu penyelidikan ledakan bom di Bali dan Jakarta.

Namun, sampai saat ini Komisi Militer Amerika Serikat menolak memberikan akses ke berbagai dokumen tersebut, dengan alasan dokumen sudah diserahkan kepada tim pembela atau "masih mendapat kajian keamanan sebelum diserahkan."

Dua ledakan bom di Kuta di tahun 2002 menewaskan 202 orang termasuk 88 warga negara Australia.AAP/DEAN LEWINS via ABC INDONESIA Dua ledakan bom di Kuta di tahun 2002 menewaskan 202 orang termasuk 88 warga negara Australia.
Komisi ini juga mengatakan, dokumen yang tidak dimiliki Amerika sebagian besar karena belum diserahkan oleh polisi Indonesia dan Australia.

Sejauh ini penolakan permintaan agar semua dokumen yang berhubungan dengan kesaksian Imam Samudra telah membuat kesal Jim Hodes.

"Mereka sudah menahan klien kami selama 20 tahun namun mereka belum juga merampungkan data yang diperlukan kepada kami," kata Hodes.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com