"Ini bukti yang penting bahwa Hambali tidak saja dalang utama, tapi juga berperan dalam pendanaan dan mengarahkan serangan," kata Mbai.
Penyidik lain mengatakan saat itu walau pada awalnya Imam Samudra membantah mengenal Hambali, ia kemudian mengubah ceritanya ketika dia dikonfrontasi dengan berbagai bukti yang ada.
Hambali ditahan di Thailand kurang dari setahun setelah ledakan bom Bali dan pernah ditahan di beberapa tempat yang dikelola CIA di mana dia mendapat penyiksaan sebelum ditahan di Guantanamo Bay tahun 2006.
Belakangan muncul laporan bahwa dia mendapat siksaan tidak boleh tidur dan tidak mendapat makanan, disiksa dengan metode yang disebut walling di mana lehernya dipasang tali dan dia berulang kali dihantam ke arah dinding.
Tim Hodes mengatakan metode penyiksaan membuat Hambali tidak akan mendapat peradilan yang adil.
"Hal yang tidak ingin diungkapkan adalah menjelaskan tindakan buruk mengerikan yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat."
"Pemerintah melanggar berbagai hukum. Dan karena itu ini adalah fokus komisi militer di Guantanamo untuk menghindari dari kesalahan."
Bila kasus ini diajukan ke pengadilan, Hodes mengatakan tim pembela akan mengusulkan agar persidangan dilakukan di Indonesia di mana ada peluang lebih besar bagi Hambali untuk dinyatakan tidak bersalah.
"Akan lebih susah membuktikan dia bersalah kalau dia diadili di Indonesia," kata Mbai.
"Bila dia dibawa ke Jakarta lebih besar risikonya, dia akan bisa dibebaskan. Mengapa? Karena semua saksi utama sudah dieksekusi. Dan yang lain tewas dalam penangkapan.
Keluarga Hambali menginginkan kasusnya disidangkan di Amerika Serikat karena dia tidak akan dijatuhi hukuman mati bila dinyatakan bersalah.
Namun, mereka juga menyadari kalau tidak ada persidangan, Hambali bisa menghabiskan seluruh sisa hidupnya di Guantanamo Bay.
Baca juga: Sidang Hambali Tersendat karena Penerjemah Tidak Fasih Bahasa Melayu
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.