Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambali, Dalang Bom Bali 2002, Mulai Sidang Pra-Peradilan di Guantanamo

Kompas.com - 25/04/2023, 20:05 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

"Data ini adalah sesuatu yang harusnya sudah siap ketika seseorang diajukan ke pengadilan. Sekarang sudah lebih dari dua tahun, dan mereka masih meminta waktu tambahan untuk memberikan data kepada kami yang berasal dari kejadian 20 tahun yang lalu."

Tim Hodes mengatakan bahwa tim penuntut baru menyerahkan satu laporan dari Polisi Federal Australia (AFP) yang berhubungan dengan hasil penelitian forensik bom Bali dan bukannya wawancara atau kesaksian dari mereka yang sudah dinyatakan bersalah.

Dia mengatakan, tim pembela sudah mengajukan permintaan di Australia mengenai dokumen AFP lewat UU Kebebasan Informasi namun AFP juga menolak memberikan dokumen.

"Ketika kami memintanya berdasar UU Kebebasan Informasi, kami mendapat pemberitahuan bahwa ada begitu banyak dokumen terkait bom Bali, dan diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan dokumen tersebut bagi kami," kata Hodes.

"Jadi mereka meminta kami agar mempersempit permintaan dan itulah yang kami lakukan.

"Fakta bahwa baik Pemerintah AS dan tim penuntut mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak memiliki dokumen apa pun kecuali satu laporan adalah hal yang aneh."

Tim Hodes mengatakan, permintaan tim pembela untuk mendapatkan kesaksian atau dokumen yang dimiliki oleh Pemerintah Amerika Serikat--termasuk dokumen dari AFP--merupakan enam masalah utama yang akan dipertimbangkan dalam sidang pra-peradilan minggu ini.

"Kami tahu ada sejumlah besar polisi Australia yang dikirim ke Indonesia untuk membantu penyelidikan," katanya.

"Saya berharap kami akan segera bisa melihat laporan tersebut."

Baca juga: Hambali, Otak Bom Bali 2002, Mulai Disidang di AS bersama 2 Warga Malaysia

Pengakuan Hambali sudah dikirim ke FBI

Ansyad Mbai adalah mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia dan mengatakan bahwa Hambali sudah mengakui kepada tim penyidik ketika dia ditangkap dan polisi kemudian menyerahkan juga kesaksian tersebut kepada FBI.

"Perannnya sangat besar, dia bukan saja dalang utama, dia yang melakukan eksekusi rencana yang ada, dan dia memberikan dana dari Al-Qaeda sehingga perannya begitu besar, tentu saja dia bersalah," kata Mbai.

"Pada 1997 Hambali mengirim Imam Samudra, Noordin Top, dan Azahari (Husin) ke Filipina untuk menjalani latihan militer. Azahari kemudian melatih begitu banyak teroris lain untuk membuat bom yang digunakan dalam serangan di Indonesia, termasuk pengeboman Hotel Marriot tahun 2003.

"Bulan Desember 2001, Hambali bertemu Azahari, Mukhlas, dan pelaku bom Bali lainnya di Thailand, dan meminta mereka untuk mempersiapkan serangan dengan sasaran negara-negara Barat, kedutaan asing, dan tempat-tempat yang banyak didatangi warga asing."

Mbai mengatakan, Hambali mengakui bahwa Al-Qaeda memberikan dana sebanyak 52.000 dollar Australia (sekitar Rp 520 juta} yang kemudian disalurkan kepada Mukhlas.

Dia mengatakan, Mukhlas juga memberikan 50.000 dollar AS kepada saudara laki-lakinya di Pakistan dan 12.000 dollar AS kepada Noordin Top dan Azahari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com