Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTU Mulai Ditinggalkan, Asia Tenggara Perlu Siapkan Langkah Transisi Energi

Kompas.com - 08/08/2022, 17:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Rilis

Program Lead for Climate Finance Solutions for Our Climate (SFOC) Dongjae Oh memaparkan, Korea Selatan juga menjadi negara terbesar ketiga di dunia yang membiayai proyek PLTU batu bara.

Sebanyak 87 persen atau 8,7 miliar dollar AS pembiayaan hilirisasi batu bara dari Korea Selatan berada di kawasan Asia Tenggara antara 2011 hingga 2020.

Baca juga: Sumbang Emisi Terbesar, PLTU Batu Bara Harus Dipensiunkan Lebih Cepat

Pada April 2022, Presiden Korea Selatan mendeklarasikan untuk menghentikan pembiayaan baru bagi proyek PLTU batu bara di luar negeri.

Namun menurut Dongjae, Korea Selatan masih sangat bergantung pada energi fosil lainnya yakni minyak dan gas.

“Jika dibandingkan pembiayaan batu bara yang hanya mencapai 10 miliar dollar AS, pembiayaan minyak dan gas bisa mencapai 127 miliar dollar AS dalam 10 tahun,” ungkap Dongjae.

Indonesia menjadi salah satu negara yang menerima pembiayaan terbesar dari Korea Selatan untuk industri minyak dan gas. Investasi ini akan membuat kawasan Asia Tenggara beralih menggunakan minyak dan gas.

Dongjae menambahkan, jika hal tersebut terjadi, maka kawasan Asia Tenggara akan gagal mencapai target Persetujuan Paris dengan besarnya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh gas.

Baca juga: AS Gembira China Setop Bangun PLTU Batu Bara di Luar Negeri

Selain itu mempertahankan energi fosil dengan penggunaan penangkap karbon alias CCS hanya akan membuat harga bahan bakar fosil lebih mahal.

Selain itu, volatilitas harga akan membuat daya saing tenaga gas yang rendah dibandingkan energi terbarukan, sehingga dapat menyebabkan krisis keuangan bagi perusahaan utilitas di tingkat regional.

“Pemerintah Korea Selatan dan Asia Tenggara harus bekerja sama untuk meningkatkan penghentian pengoperasian batu bara dan mempercepat transisi ke energi terbarukan. Di lain pihak, Korea Selatan harus menghentikan dana atau investasi batu bara dan gas, mengingat harga energi terbarukan semakin murah,” tegas Dongjae.

Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Lisa Wijayani mengungkapkan, penghentian pendanaan terhadap energi fosil dari China dan Korea Selatan merupakan langkah konkret dalam mendukung transisi energi secara global.

“Indonesia seharusnya dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengembangkan pembangunan energi terbarukan. Taksonomi hijau dan kebijakan terkait investasi hijau yang jelas hendaknya mampu menarik minat investor untuk mengalihkan pendanaan mereka ke sektor hijau seperti energi terbarukan,” ujar Lisa Wijayani.

Baca juga: Ambisi Jadi Negara Netral Karbon, Jepang Harus Tinggalkan PLTU Batu Bara

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com