BERLIN, KOMPAS.com - Aliran gas Rusia ke Jerman sudah dipangkas sekitar 60 persen, mengikuti tindakan serupa yang dilakukan kepada negara-negara Eropa yang menjatuhkan sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina.
Kondisi ini cukup mengkhawatirkan bagi negara-negara Eropa di tengah upaya memompa cadangan gas dalam persiapan energi untuk menghadapi musim dingin.
Kekhawatiran juga melanda Jerman, yang kini hanya memiliki tiga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang beroperasi (dua di selatan dan satu lagi di utara), dengan 35 persen pasokan gasnya bergantung pada Rusia.
Baca juga: Ancaman Gas Rusia Jelang Musim Dingin, Batu Bara Jadi Tombol Darurat Eropa
Semua PLTN Jerman sudah berhenti beroperasi. Ketiga PLTN yang sekarang masih digunakan menurut rencana akan berhenti beroperasi akhir tahun ini, sesuai rancangan penghentian energi nuklir yang diputuskan setelah bencana nuklir Fukushima, Jepang.
Ketiga PLTN itu memasok sekitar 6 persen kebutuhan listrik di Jerman.
Dalam situasi geopolitik saat ini, beberapa pihak di Jerman kembali menyuarakan agar operasi PLTN diperpanjang.
Alasannya, Jerman akan kekurangan pasokan gas pada musim dingin mendatang, kalau Rusia benar-benar menghentikan aliran pasokan gasnya.
Pemerintah Jerman sendiri sudah memutuskan untuk memperpanjang operasi pembangkit listrik tenaga batu bara, mengantisipasi situasi itu.
Dalam jangka panjang, yang diprioritaskan adalah pembangunan dan perluasan infrastruktur energi berkelanjutan, seperti pemanfaatan tenaga angin dan tenaga surya maupun bahan bakar hidrogen.
Baca juga: Uni Eropa Siapkan Rencana Hidup Tanpa Gas Rusia
Dua partai di koalisi pemerintahan, yaitu SPD dan Partai Hijau, hingga saat ini sepakat tidak ingin memperpanjang operasi PLTN. Tapi satu mitra koalisi, FDP, justru mengusulkannya.
Kalangan oposisi di parlemen juga memfavoritkan opsi perpanjangan operasi PLTN.
Ketua Fraksi SPD Rolf Mutzenich mengingatkan janji partainya bahwa "kita akan meninggalkan tenaga nuklir", yang selalu digaungkan selama kampanye pemilu. Selain itu, kata Mutzenich "ada cukup banyak alternatif" lain.
Baca juga: Gas dan Minyak Rusia: Berapa Besar Ketergantungan Dunia Padanya?
Baca juga: Daftar Negara yang Membeli Minyak Rusia, Konsumen Terbesar Ada di Asia
Baca juga: Rusia Pangkas 60 Persen Gas Melalui Pipa Nord Stream, Jerman Desak Warga Kurangi Penggunaan Energi
Kanselir Jerman Olaf Scholz (SPD) dan Menteri Ekonomi Robert Habeck (Partai Hijau) juga mengatakan, bahwa PLTN hanya akan beroperasi sampai akhir tahun, terutama karena bahan bakar nuklir yang tersedia memang hanya untuk jangka waktu itu
Tetapi para politisi FDP mengatakan, sebaiknya pemerintah Jerman mempertimbangkan juga opsi PLTN, dengan memeriksa kapasitas dan persediaan bahan bakarnya.
Ketua Partai FDP, Menteri Keuangan Christian Lindner pun mendorong agar "opsi tenaga nuklir perlu dibahas secara terbuka, bebas dari latar belakang ideologi."
Salah satu opsi adalah menurunkan kapasitas ketiga PLTN yang ada sekarang, agar bisa dioperasikan lebih lama daripada batas waktu 31 Desember 2022.
Sedangkan untuk mendapatkan pasokan bahan bakar nuklir yang baru, memang dibutuhkan waktu antara 12 sampai 18 bulan. Jika PLTN memang ingin tetap digunakan, maka bahan bakar nuklirnya harus segera dipesan.
Tetapi ketiga perusahaan pengelola PLTN, yaitu EbBW, Eon dan RWE, justru menolak perpanjangan masa operasi PLTN-nya.
Baca juga: Tanpa Gas Rusia, Jerman Hanya Bisa Bertahan 2,5 Bulan
RWE misalnya menerangkan, PLTN mereka yang ada di Emsland memang hanya disiapkan untuk beroperasi sampai akhir tahun.
"Sampai saat itu bahan bakarnya juga akan habis. Perpanjangan operasi akan menemui hambatan besar."
EnBW dan Eon juga berulang kali menegaskan bahwa mereka siap menghentikan operasi PLTN sesuai yang diatur oleh undang-undang.
Direktur Utama RWE Markus Krebber mengatakan, debat saat ini tentang kemungkinan perpanjangan masa operasi PLTN tidak ada gunanya, karena itu "sudah terlambat".
Masalahnya bukan hanya mendapatkan bahan bakar nuklir yang cocok, tapi sebelumnya juga harus ada pengujian sistem keamanan dan konstruksi PLTN secara menyeluruh, apakah memang masih memadai.
"Lalu siapa yang menanggung risiko, jika terjadi sesuatu?" kritiknya.
Karena itu dia menganjurkan, "Kita lebih baik fokus pada solusi masalahnya, yaitu bagaimana mengurangi konsumsi gas dan membangun infrastruktur gas yang baru." Terutama transisi ke energi terbarukan harus dipercepat.
Baca juga: Dampak Pemotongan Gas Rusia, Jerman Genjot Energi dari Pembangkit Batu Bara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.