Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Pemangkasan Gas Rusia ke Eropa, Apakah Jerman Akan Kembali Gunakan Pembangkit Nuklir?

Kompas.com - 25/06/2022, 21:34 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

BERLIN, KOMPAS.com - Aliran gas Rusia ke Jerman sudah dipangkas sekitar 60 persen, mengikuti tindakan serupa yang dilakukan kepada negara-negara Eropa yang menjatuhkan sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan bagi negara-negara Eropa di tengah upaya memompa cadangan gas dalam persiapan energi untuk menghadapi musim dingin.

Kekhawatiran juga melanda Jerman, yang kini hanya memiliki tiga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang beroperasi (dua di selatan dan satu lagi di utara), dengan 35 persen pasokan gasnya bergantung pada Rusia.

Baca juga: Ancaman Gas Rusia Jelang Musim Dingin, Batu Bara Jadi Tombol Darurat Eropa

Semua PLTN Jerman sudah berhenti beroperasi. Ketiga PLTN yang sekarang masih digunakan menurut rencana akan berhenti beroperasi akhir tahun ini, sesuai rancangan penghentian energi nuklir yang diputuskan setelah bencana nuklir Fukushima, Jepang.

Ketiga PLTN itu memasok sekitar 6 persen kebutuhan listrik di Jerman.

Dalam situasi geopolitik saat ini, beberapa pihak di Jerman kembali menyuarakan agar operasi PLTN diperpanjang.

Alasannya, Jerman akan kekurangan pasokan gas pada musim dingin mendatang, kalau Rusia benar-benar menghentikan aliran pasokan gasnya.

Pemerintah Jerman sendiri sudah memutuskan untuk memperpanjang operasi pembangkit listrik tenaga batu bara, mengantisipasi situasi itu.

Dalam jangka panjang, yang diprioritaskan adalah pembangunan dan perluasan infrastruktur energi berkelanjutan, seperti pemanfaatan tenaga angin dan tenaga surya maupun bahan bakar hidrogen.

Baca juga: Uni Eropa Siapkan Rencana Hidup Tanpa Gas Rusia

Beda pendapat koalisi pemerintah

Dua partai di koalisi pemerintahan, yaitu SPD dan Partai Hijau, hingga saat ini sepakat tidak ingin memperpanjang operasi PLTN. Tapi satu mitra koalisi, FDP, justru mengusulkannya.

Kalangan oposisi di parlemen juga memfavoritkan opsi perpanjangan operasi PLTN.

Ketua Fraksi SPD Rolf Mutzenich mengingatkan janji partainya bahwa "kita akan meninggalkan tenaga nuklir", yang selalu digaungkan selama kampanye pemilu. Selain itu, kata Mutzenich "ada cukup banyak alternatif" lain.

Baca juga: Gas dan Minyak Rusia: Berapa Besar Ketergantungan Dunia Padanya?

Baca juga: Daftar Negara yang Membeli Minyak Rusia, Konsumen Terbesar Ada di Asia

Baca juga: Rusia Pangkas 60 Persen Gas Melalui Pipa Nord Stream, Jerman Desak Warga Kurangi Penggunaan Energi

Kanselir Jerman Olaf Scholz (SPD) dan Menteri Ekonomi Robert Habeck (Partai Hijau) juga mengatakan, bahwa PLTN hanya akan beroperasi sampai akhir tahun, terutama karena bahan bakar nuklir yang tersedia memang hanya untuk jangka waktu itu

Tetapi para politisi FDP mengatakan, sebaiknya pemerintah Jerman mempertimbangkan juga opsi PLTN, dengan memeriksa kapasitas dan persediaan bahan bakarnya.

Ketua Partai FDP, Menteri Keuangan Christian Lindner pun mendorong agar "opsi tenaga nuklir perlu dibahas secara terbuka, bebas dari latar belakang ideologi."

Pengelola PLTN menolak

Salah satu opsi adalah menurunkan kapasitas ketiga PLTN yang ada sekarang, agar bisa dioperasikan lebih lama daripada batas waktu 31 Desember 2022.

Sedangkan untuk mendapatkan pasokan bahan bakar nuklir yang baru, memang dibutuhkan waktu antara 12 sampai 18 bulan. Jika PLTN memang ingin tetap digunakan, maka bahan bakar nuklirnya harus segera dipesan.

Tetapi ketiga perusahaan pengelola PLTN, yaitu EbBW, Eon dan RWE, justru menolak perpanjangan masa operasi PLTN-nya.

Baca juga: Tanpa Gas Rusia, Jerman Hanya Bisa Bertahan 2,5 Bulan

RWE misalnya menerangkan, PLTN mereka yang ada di Emsland memang hanya disiapkan untuk beroperasi sampai akhir tahun.

"Sampai saat itu bahan bakarnya juga akan habis. Perpanjangan operasi akan menemui hambatan besar."

EnBW dan Eon juga berulang kali menegaskan bahwa mereka siap menghentikan operasi PLTN sesuai yang diatur oleh undang-undang.

Direktur Utama RWE Markus Krebber mengatakan, debat saat ini tentang kemungkinan perpanjangan masa operasi PLTN tidak ada gunanya, karena itu "sudah terlambat".

Masalahnya bukan hanya mendapatkan bahan bakar nuklir yang cocok, tapi sebelumnya juga harus ada pengujian sistem keamanan dan konstruksi PLTN secara menyeluruh, apakah memang masih memadai.

"Lalu siapa yang menanggung risiko, jika terjadi sesuatu?" kritiknya.

Karena itu dia menganjurkan, "Kita lebih baik fokus pada solusi masalahnya, yaitu bagaimana mengurangi konsumsi gas dan membangun infrastruktur gas yang baru." Terutama transisi ke energi terbarukan harus dipercepat.

Baca juga: Dampak Pemotongan Gas Rusia, Jerman Genjot Energi dari Pembangkit Batu Bara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com