Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2021, 08:27 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Perusahaan minyak dan gas (migas) global Woodside, Chevron, dan Total didesak untuk menghentikan aliran dana kepada pemerintah Myanmar yang dikuasai oleh junta militer.

Setidaknya 18 orang demonstran telah dibunuh oleh militer Myanmar, sejak kudeta dilakukan 1 Februari 2021.

Para aparat negara tidak segan menembaki warga sipil dengan peluru tajam di tengah ribuan demonstran yang turun di seluruh jalanan di kota-kota negeri Seribu Pagoda.

Baca juga: Kursi Myanmar di PBB Sekarang Diperebutkan Militer dan Non-Militer

Menurut laporan organisasi non-pemerintah, Publish What You Pay (PWYP) menyebutkan industri migas dalam negeri berkontribusi sebesar 900 miliar dollar AS (Rp 12,9 kuadriliun) setiap tahunnya kepada pemerintah Myanmar, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Senin (1/3/2021).

Dalam catatan penelitian baru, PWYP mengatakan perusahaan Australia Woodside, grup Perancis Total dan MPRL E&P, yang dikendalikan oleh pengusaha Myanmar, U Moe Myint, seharusnya menghentikan eksplorasinya di Myanmar.

Woodside mengumumkan pada Sabtu (27/2/2021) bahwa pihaknya akan menghentikan operasi di Myanmar, menarik semua pekerja dari negara itu dan menempatkan "semua keputusan bisnis (di Myanmar) di bawah peninjauan".

PWYP mengatakan Total dan Chevron seharusnya segera menghentikan pembayaran baik tunai maupun lainnya, kepada pemerintah yang dikendalikan junta militer, dari operasi yang ada.

Baca juga: Junta Myanmar Tembaki Massa Anti-kudeta dengan Peluru Tajam dan Gas Air Mata

Sebagai gantinya, menurut PWYP, perusahaan dapat melakukan escrow account sampai demokrasi dikembalikan kepada pemerintah terpilih, Aung San Suu Kyi.

Seruan PWYP muncul setelah Aliansi Transparansi dan Akuntabilitas Myanmar, sebuah koalisi dari 400 lebih kelompok masyarakat sipil dan individu, mengatakan pada pekan lalu, bahwa perusahaan migas seharusnya "dengan segera berhenti memberikan pembayaran pendapatan kepada militer".

Yadanar Maung, juru bicara Justice for Myanmar mengatakan perusahaan migas pemerintah, MOGE, yang mendapatkan bagi hasil dari proyek-proyek gas di Myanmar, sekarang menjadi bisnis yang dikendalikan militer dan satu-satunya sumber pendapatan terbesar bagi rezim militer.

Organisasi tersebut mengatakan Total telah melaporkan bahwa mereka membayar 229,6 juta euro (Rp 3,9 triliun) ke Myanmar pada 2019 dalam bentuk pajak dan bagi hasil produksi gas pemerintah.

Baca juga: Kisah Perang: Tiga Kudeta Myanmar dan Berakhirnya Burma

"Total kemungkinan akan menjadi satu-satunya sumber pendapatan terbesar rezim militer," ujar Yadanar Maung.

Yadanar Maung mengatakan migas adalah industri terpenting bagi jenderal militer Myanmar, dan menyerukan sanksi internasional yang ditargetkan terhadap bisnis milik militer.

“Jika mereka diizinkan mengakses pendapatan minyak dan gas, mereka dapat mempertahankan dan memperkuat rezim mereka. Komunitas internasional tidak boleh membiarkan hal itu terjadi," ungkapnya.

Dia mengatakan perusahaan asing yang tinggal di negara itu, yang secara efektif mendukung militer, akan bertanggung jawab atas penindasan yang mengikutinya.

Baca juga: Jerman Kecam Tindakan Keras Rezim Militer Myanmar yang Bunuh Demonstran

Militer Myanmar sejak kudeta telah dikecam dunia karena melakukan tindakan kekerasan yang melanggar HAM serius dengan melukai hingga menewaskan sejumlah demonstran yang dipukul mundur dengan senjata api secara langsung.

Selain itu, dituduh sebagai pelaku di balik genosida terhadap etnis minoritas Rohingya, yang telah berlangsung lama.

“Kami meminta Total, Chevron, dan semua perusahaan minyak dan gas lainnya untuk bertindak sekarang dan mendukung rakyat Myanmar," serunya.

"Jika mereka melanjutkan bisnis seperti biasa, kami akan menganggap Anda bertanggungjawab atas kebrutalan yang ditimbulkan oleh militer pada rakyat (Myanmar)," tandasnya.

Baca juga: Kudeta Myanmar: Mengapa Indonesia Diharapkan Membantu Mengatasi Krisis Politik Sahabat Lama

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com