NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Pasukan keamanan Myanmar menembakkan peluru tajam dan gas air mata terhadap para demonstran pada Selasa (2/3/2021), yang menyebabkan 3 orang terluka parah.
Melansir AFP pada Selasa (2/3/2021), jalanan negeri Seribu Pagoda itu telah menyaksikan sekian pekan yang diwarnai aksi protes massa dengan menuntut junta militer membebaskan pemerintahan terpilih, Aung San Suu Kyi, yang ditahan sejak 1 kudeta Myanmar pada 1 Februari.
Tentara dan polisi terus meningkatkan kekuatan mereka, mengerahkan gas air mata, meriam air, peluru karet dan menambah penggunaan peluru tajam.
Baca juga: Jerman Kecam Tindakan Keras Rezim Militer Myanmar yang Bunuh Demonstran
Pada Minggu (28/2/2021) adalah hari paling berdarah di Myanmar, sejak rezim militer merebut kekuasaan pemerintah terpilih, Suu Kyi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan setidaknya 18 pengunjuk rasa terbunuh di seluruh negeri. Sedangkan, AFP secara independen mengkonfirmasi 11 kematian.
Unjuk rasa lain berubah menjadi kekerasan Selasa (2/3/2021), di kota barat laut Kale di mana pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa, menurut petugas medis yang menyaksikan peristiwa dan merawat mereka yang terluka.
"Sekitar 20 orang terluka dalam tindakan keras pagi hari oleh polisi dan tentara di Kale," kata seorang petugas penyelamat, yang berbicara tanpa menyebut nama karena takut akan dampaknya.
Baca juga: Kudeta Myanmar: Mengapa Indonesia Diharapkan Membantu Mengatasi Krisis Politik Sahabat Lama
"Tiga...terkena peluru tajam dan berada dalam kondisi kritis," ujar petugas tersebut.
Polisi awalnya menluncurkan gas air mata dan peluru karet sebelum menyerang kembali dengan peluru tajam, tambahnya.
Seorang dokter yang merawat pasien di rumah sakit setempat memastikan jumlah orang yang berada dalam kondisi kritis.
"Satu orang dipukul di pahanya dan dia sekarang sedang dioperasi. Satu lagi tertembak di perut dan dia membutuhkan transfusi darah...Satu lagi tertembak di dada," katanya kepada AFP.
Baca juga: Junta Tembak Mati Demonstran Myanmar meski Berdemo Secara Damai
Pertumpahan darah terjadi pada hari yang sama dengan pemakaman yang diadakan di ibu kota komersial Yangon untuk seorang pelajar berusia 23 tahun yang meninggal pada Minggu (28/2/2021).
Para pelayat menyanyikan lagu revolusioner saat peti mati yang membawa Nyi Nyi Aung Htet Naing bergerak melintasi lautan ribuan orang ke sebuah altar.
Beberapa memanjat pohon untuk melihat sekilas prosesi kematian tersebut.
"Tidak ada ampun, hanya pengganggu, mayat ada di sana-sini," kata para pelayat yang bernyanyi serempak sambil memberikan hormat tiga jari.
Baca juga: Pertama Kalinya, Aung San Suu Kyi Muncul sejak Kudeta Myanmar
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.