Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Armenia Masih Krisis Pasca-Perang, Presiden Berani Tolak Perintah PM

Kompas.com - 28/02/2021, 12:07 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

YEREVAN, KOMPAS.com - Presiden Armenia Armen Sarkisian pada Sabtu (27/2/2021) menolak menandatangani perintah perdana menteri, untuk memecat kepala staf Angkatan Darat.

Penolakan presiden terhadap perintah PM Nikol Pashinyan itu membuat krisis politik Armenia semakin dalam, usai kalah perang melawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.

Sementara itu ribuan pengunjuk rasa oposisi memadati jalan ibu kota Armenia, Yerevan, selama tiga hari terakhir guna menuntut pengunduran diri PM Pashinyan.

Baca juga: PM Armenia Tuding Militer Berusaha Melakukan Kudeta Menggulingkan Dirinya

Massa menganggap Pashinyan gagal menangani perang dengan Azerbaijan tahun lalu, yang mereka sebut sebagai penghinaan nasional.

Namun Pashinyan juga menolak seruan militer untuk mundur, dan sebaliknya menuduh tentara hendak melakukan kudeta.

Ia lalu memerintahkan pemecatan kepala staf AD Onik Gasparyan, tetapi kemarin Presiden Sarkisian yang perannya sebagian besar bersifat seremonial, menolaknya.

"Presiden republik, dalam kerangka kekuasaan konstitusionalnya, menolak rancangan keputusan itu karena keberatan," kata pernyataan kantor kepresidenan yang dikutip AFP.

Mereka melanjutkan, krisis politik tak dapat diselesaikan dengan seringnya mengganti personel.

Baca juga: PM Armenia Nikol Pashinyan Tolak Turun Jabatan, Oposisi Siap Gelar Pemogokan Nasional

Tak lama setelah penolakan tejadi, Pashinyan menulis di Facebook bahwa dia akan mengirim surat perintah itu sekali lagi ke kantor kepresidenen.

Menurut pria 45 tahun itu, keputusan presiden sama sekali tidak meredakan krisis.

Pashinyan mendapat kritik keras sejak dia menandatangani perjanjian damai yang ditengahi Moskwa, atas sengketa kekuasaan di Nagorno-Karabakh.

Wilayah etnis Armenia itu melepaskan diri dari kendali Azerbaijan dalam perang awal 1990-an.

Setelah perang berlangsung selama 6 minggu dan merenggut sekitar 6.000 nyawa, perjanjian gencatan senjata diteken yang berisi penyerangan wilayah ke Azerbaijan dan mengizinkan penempatan pasukan peacekeeper (penjaga perdamaian) Rusia.

Baca juga: Kisah Perang Armenia-Azerbaijan 1990-an dan Awal Sengketa Nagorno-Karabakh

Pashinyan mengaku tak ada pilihan lain selain menyetujuinya, atau negara menderita kerugian besar.

Selama berbulan-bulan militer masih mendukung Pashinyan, tetapi pada Kamis (25/2/2021) mereka ikut menuntut pengunduran dirinya.

Kepala staf umum militer mengatakan, perdana menteri dan kabinetnya tidak mampu mengambil keputusan yang layak.

Baca juga: [KALEIDOSKOP 2020] Perang Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dan Senjata yang Dipakai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com