YANGON, KOMPAS.com - Ribuan orang di situs penambangan giok terbesar di dunia, di bagian utara Myanmar, melakukan penambangan ilegal yang sangat berbahaya, lapor Arab News, Jumat (25/12/2020).
Aturan batasan pandemi telah menghentikan produksi resmi batu giok, membuat ribuan orang mempertaruhkan hidup mereka dengan menambang secara ilegal.
Aktivitas penambangan di Hpakant, Negara Bagian Kachin, pusat perdagangan giok Myanmar paling menguntungkan terpaksa berhenti selama 3 bulan terakhir.
Baca juga: Impian Para Penambang Batu Giok Myanmar yang Lenyap karena Longsor
Selain karena pandemi, aktivitas penambangan juga terhenti karena hujan dan tanah longsor yang menewaskan 172 orang pada 2 Juli lalu.
"Penambangan giok adalah sumber kehidupan Hpakant," kata Tint Soe, seorang anggota parlemen kepada Arab News.
Menurut Soe, distrik Hpakant telah menampung sekitar 40.000 pekerja migran dan kebanyakan dari mereka hidup dari pekerjaan kasar. "Oleh karenanya, penambangan ilegal skala kecil berkembang pesat," ujar Soe.
Kyaw Naing, seorang penambang yang bermigrasi ke Hpakant dari wilayah Mgagway tengah sejak 3 tahun lalu mengatakan dia tak punya pilihan lain selain menambang secara ilegal.
Baca juga: Anak Korban Longsor Tambang Batu Giok: Tolong Kembalikan Ayahku
Naing juga tahu bahayanya. Dia sendiri menyaksikan bagaimana rekan-rekannya terkubur gelombang lumpur ketika bendungan limbang tambang amblas pada Juli lalu.
“Kami menggali sisa-sisa batu giok sepanjang tahun karena kami mengandalkannya untuk mencari nafkah.”
Walau begitu, tak peduli berapa banyak mereka menggali, hasilnya tak akan pernah cukup. Mereka hanya boleh membawa batu-batu kecil karena potongan batu giok besar jatuh ke tangan perusahaan atau bos-bos mereka.
“Batu-batu besar itu untuk pemerintah dan organisasi etnis bersenjata, sedangkan kami hanya diperbolehkan mengambil sisa-sisa batu giok yang kami temukan,” kata Kyaw Naing.
Sektor ini didominasi oleh perusahaan jaringan yang dijalankan oleh militer Myanmar dan pemberontak Kachin Independence Army (KIA), sejak 1994, ketika mereka menyetujui gencatan senjata dan pembagian kendali atas negara.
Baca juga: Longsor Tambang Batu Giok Myanmar, Ratusan Korban Tewas Pekerja Ilegal
Laporan terbaru dari sektor ini diterbitkan pada tahun 2015 oleh Global Witness, sebuah LSM internasional yang menyelidiki eksploitasi sumber daya alam, korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Diperkirakan pada 2014, industri batu giok di Myanmar bernilai 31 miliar dollar AS, jumlah itu hampir setengah dari produk domestik bruto negara tersebut.
Industri ini didorong oleh permintaan dari China, di mana batu giok selama ribuan tahun telah dipandang sebagai batu khusus yang memiliki kepentingan budaya dan ritual.
Lebih mengenaskan, keluarga dari mereka yang bekerja dengan pertambangan itu kemungkinan tidak menerima kompensasi apa pun jika kerabat mereka meninggal saat bekerja.
Baca juga: Tambang Batu Giok di Myanmar Longsor, 113 Orang Tewas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.