Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Tantangan Joe Biden Setelah Pilpres AS Mirip dengan Situasi di Indonesia

Kompas.com - 11/11/2020, 13:54 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Namun pada saat yang sama, lanjut Backues, Biden harus pula memisahkan kepentingan apa saja yang paling menonjol bagi pendukung Trump dan pendukungnya sendiri.

Basis kuat Trump berada di wilayah pedesaan yang mayoritas penduduknya berkulit putih, sedangkan kantong pendukung Joe Biden pada umumnya tinggal di perkotaan.

"Karena mereka juga yang menyoblos dan bersuara bagi dia. Jadi mereka harus diutamakan. Nah justru itu yang membuat sangat sulit, dua-duanya harus seimbang. Dengan pendukungnya dia harus kuat. Tapi dengan Trump kalau diabaikan, karena mereka hampir 50 persen dari orang yang bersuara, mereka masih mendukung Trump," jelasnya.

Backues, yang sempat bekerja di Indonesia selama periode 1989-2007, mengamati bahwa tantangan ini juga pernah dialami Indonesia.

Baca juga: Apa Saja Janji-janji Joe Biden terhadap Muslim Amerika dan Dunia?

"Itu tantangannya mirip sama waktu Pak Harto (mantan Presiden RI Soeharto) turun di mana Golkar dan lainnya harus ditenteramkan, harus dipuaskan. Ini sama dengan di sini. Tergantung situasi dan konteksnya. Dan selama ini terjadi maka Trump dan anteknya akan anti, akan melawan," tutur Backues.

Untuk tahap ini, masyarakat di AS pada umumnya belum merasakan ketenteraman, antara lain karena pendukung Trump marah atas kekalahan Trump dan berharap apa yang diklaim sebagai kecurangan pemilu dapat membalikkan keadaan.

"Situasinya masih sangat rumit dan belum pasti apa yang akan terjadi. Pemerintahan Trump masih berusaha membuat gangguan. Saya kira kebanyakan orang Amerika senang dengan hasil pemilu, tetapi banyak juga yang tidak senang sama sekali dan siapa tahu apa yang akan terjadi dengan mereka," ujar Patricia Henry, pensiunan guru besar dari Northern Illinois University yang fasih berbahasa Indonesia.

Baca juga: Biden Sebut Trump Memalukan karena Menolak Hasil Pilpres AS

Tantangan ekonomi dan pandemi Covid-19

Sejauh ini masih terjadi kebuntuan di Senat terkait dengan penggelontoran dana untuk menopang ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kubu Partai Republik menolak jumlah dana yang diajukan Partai Demokrat, meskipun Trump sendiri telah membujuk Republikan untuk berkompromi.

Padahal talangan dana pemerintah federal dirasa amat diperlukan untuk menggelindingkan roda perekonomian.

Sejak pensiun sebagai guru besar, Henry menetap di Chicago, salah satu kota terbesar di AS. Ia merasakan betapa lesu perekonomian di kota yang kaya akan gedung pencakar langit tersebut.

"Dulu kami di sini, aduh rasanya enak sekali. Bisa naik bus dan tidak susah jalan-jalan, ada banyak restoran dan rumah makan yang bagus, ada sandiwara dan lain-lain. Tapi sekarang semua sudah tutup," kata Patricia Henry dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir, melalui sambungan telepon.

Menurutnya, tempat-tempat usaha tersebut akan memerlukan waktu lama untuk bangkit lagi.

Baca juga: Biden Menang Pilpres AS, Korea Selatan Bahagia karena Dijanjikan Tidak akan Diperas

"Kalau restoran saya kira akan banyak yang harus tutup selama-lamanya dan dan orang yang bekerja di bagian pelayanan memang akan lama sekali baru dapat kembali beroperasi."

Keterpurukan ekonomi sebagai dampak dari pandemi ini, menurut Henry, turut memicu kemarahan masyarakat.

"Kemarahan orang, ketidaktenangan orang, saya kira itu yang menimbulkan banyak demonstrasi dan lain sebagainya, selain ada dasar dalam beberapa hal, seperti kemiskinan dan rasialisme. Tapi Covid-19 ini menjadi api lagi," kata Henry.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com