MADRID, KOMPAS.com - Wakil perdana menteri sayap kiri Spanyol Pablo Iglesias pada Sabtu (19/9/2020) mengatakan, skandal keuangan yang mengguncang keluarga kerajaan mencuatkan "momen bersejarah" untuk mendorong terbentuknya republik.
Iglesias yang juga merupakan pemimpin partai Unidas Podemos serta mitra junior dalam pemerintahan koalisi Spanyol, mengatakan monarki tak lagi relevan dengan generasi muda.
"Semakin sedikit orang di Spanyol yang memahami, terutama kaum muda, bahwa di abad ke-21 warga negara tidak dapat memilih siapa kepala negara mereka dan dia tidak harus menjawab keadilan seperti warga negara mana pun dan tidak dapat dicabut dari dakwaan jika berbuat kejahatan," kata Iglesias dalam rapat partai yang dikutip Reuters.
Baca juga: Koran Spanyol Laporkan Hacker China Curi Data Vaksin Corona
Sebelumnya mantan Raja Spanyol Juan Carlos meninggalkan negara itu dalam skandal bulan lalu dan tinggal di Uni Emirat Arab (UEA).
Sempat menjadi raja yang populer, Juan Carlos turun takhta dan menyerahkannya ke putranya Felipe pada 2014, setelah terjerat kasus penggelapan pajak yang melibatkan anggota keluarganya.
Ia juga dikritik lantaran berburu gajah di saat rakyat Spanyol berkutat dengan resesi mendalam.
Baca juga: Teman Sekelasnya Positif Covid-19, Putri Mahkota Spanyol Dikarantina
Kemudian pada Juni Mahkamah Agung Spanyol membuka penyelidikan awal atas keterlibatan Juan Carlos, dalam keterlibatannya di proyek kereta api berkecepatan tinggi di Arab Saudi.
Koran Swiss La Tribune de Geneve melaporkan, raja yang bertakhta mulai November 1975 sampai Juni 2014 itu menerima 100 juta dollar AS (Rp 1,47 triliun) dari mendiang raja Saudi. Otoritas Swiss pun telah membuka penyelidikan.
Juan Carlos enggan mengomentari kasus itu, dan pengacaranya mengatakan dia tetap berada di pengasingan oleh jaksa Spanyol.
Baca juga: Ditemukan Puluhan Anjing Kurus Kering Terlantar di Peternakan Spanyol
Sebagai raja Juan Carlos mendapat kekebalan hukum penuh meski dia dapat dituntut atas kesalahan apa pun sejak turun takhta.
Sebuah jajak pendapat dari surat kabar pro-monarki ABC yang diterbitkan Agustus mengatakan, 56 persen responden mendukung monarki, 33,5 persen ingin jadi republik, sedangkan 6 persen tidak tahu dan 4,1 persen tak peduli.
Baca juga: Mantan Raja Spanyol Juan Carlos Diduga Berada di Abu Dhabi di Tengah Skandal Korupsi