Mengapa China menyerang Fang Fang?
Sikap nasionalisme di dunia siber adalah hal biasa di media sosial China. Ribuan warganet di negeri itu yang marah siap membungkam siapa pun setiap kali China dikritik, dihina, atau menjadi tindakan pelecehan oleh pihak asing. Dan Fang Fang awalnya bukanlah penulis China pertama yang menjadi sasaran serangan di dunia maya.
Dalam kasus ini, ketika virus terus menyebar ke seluruh dunia, orang-orang mulai menjadi lebih kritis atas respons China terhadap wabah tersebut. Pengawasan dan kritik yang keras membuat banyak orang bersikap defensif.
Pada iklim seperti inilah karya-karya Fang Fang akan dijual di dunia Barat.
Baca juga: Wuhan Berencana Tes Virus Corona ke 11 Juta Penduduknya
Menurut situs berita What's di Weibo, opini publik berbalik menentangnya, setelah "diketahui edisi internasional buku hariannya sedang memasuki tahap pemesanan awal melalui Amazon".
"Di mata banyak para pengguna media sosial di China, versi terjemahan kritis Fang tentang wabah Wuhan hanya akan memberi lebih banyak amunisi bagi musuh China," ungkap laporan itu.
Dengan cepat, Fang Fang dilihat bukan lagi sebagai pembawa kebenaran, namun sebagai pengkhianat bagi China, dan sebagian menganggapnya memanfaatkan ketenarannya - walaupun itu mungkin sebuah tragedi.
"Dia memanfaatkan krisis nasional kali ini dan mengambil keuntungan darinya," kata seorang pengguna di Weibo. "Ini penghinaan."
Kemarahan terhadapnya tidak terbantu oleh fakta bahwa buku itu diterbitkan oleh penerbit Amerika Serikat (AS) HarperCollins - pada saat AS dan Cina berada di tengah-tengah perselisihan diplomatik.
Baca juga: Wuhan Gelar Tes Massal Covid-19, Warga Takut Muncul Gelombang Kedua Corona
Media pemerintah China juga telah memperjelas posisi mereka terhadap sosok Fang Fang.
"Kenaikan globalnya yang didorong oleh media asing telah membunyikan alarm bagi banyak orang di China bahwa penulis kemungkinan telah menjadi alat praktis lainnya bagi Barat untuk menyabotase apa yang sudah dilakukan rakyat China," tulis sebuah artikel dari Global Times.
"Buku hariannya hanya mengungkap sisi gelap di Wuhan sementara mengabaikan upaya yang sudah dilakukan masyarakat setempat dan dukungan meluas di seluruh negeri."
Baca juga: Sebulan Tanpa Kasus Infeksi, Wuhan Laporkan Klaster Covid-19 Baru
Sulit dikatakan karena buku itu baru tersedia pada Jumat (15/5/2020) lalu.
The New York Times memuji kekuatan kejujurannya, dengan mengatakan "dia mungkin hidup lebih tenang selama lockdown, tetapi dia menulis kalimat-kalimat yang berani".
Sebuah tinjauan oleh NPR mengatakan buku harian itu merupakan "dokumen sederhana, tragis dan absurd selama 76 hari lockdown Wuhan", namun menyesalkan terjemahan dalam bahasa Inggris yang tidak dapat "menangkap aspek multidimensi" yang ditemukan dalam buku harian yang berbahasa China.
Namun di Amazon, buku itu mendapat beberapa ulasan negatif, salah satunya ada yang menyebut buku itu berisi "informasi yang benar-benar palsu".
Namun, pengulas lain memuji buku itu, dengan mengatakan buku hariannya "memberikan gambaran bagaimana rasanya hidup di kota yang disaksikan dari seluruh dunia".
Baca juga: Wuhan Catatkan Infeksi Pertama Virus Corona dalam Sebulan Terakhir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.