Dahulu yang hanya terikan ditambah juga makanannya seperti jadah (ketan) bakar, singkong, getuk, kacang, dan aneka sate.
Macam-macam lauk dimasukkan dalam wadah dari daun pisang yang disebut takir.
Selain aneka lauk, ditambah juga nasi kucing. Kehadiran nasi kucing ini malah menggeser pamor terikan.
Nama asal dari angkringan di Solo adalah warung hik. Asal muasal nama unik ini memiliki beragam versi.
"Ada yang menduga dari cara penjualnya menjajakannya dengan sahutan 'Hiyeek!'. Ada yang bilang pembelinya sendawa seperti itu. Versi lainnya saat penjual tersandung mengatakan 'hiyek!'. Jadi tidak pasti asal kata 'hik' itu," ungkap Suwarna.
Kepopuleran warung hik di Solo pada 1940-an akhirnya merambah ke Yogyakarta pada 1950an, baru nama angkringan lahir.
Kata angkringan sendiri lahir dari Yogyakarta. Selain angkringan, sebutan lainnya dari Yogyakarta adalah wedangan, warung koboi, dan sego kucing.
Pedagang angkringan beralih dari pikul menjadi gerobak pada 1970-an.
"Itu karena kalau kesandung air panas tumpah ke kaki, salah satu penjual yang membuat ide menggunakan gerobak. Baru jadi gerobak seperti sekarang tahun 1980an," tutur founder ikon Desa Cikal Bakal Angkringan.
Banyaknya pendatang di Yogyakarta, membuat angkringan berekspansi ke luar Solo dan Yogyakarta. Hal ini terjadi pada era 1990-an hingga kini.
Perkembangan angkringan sekarang tidak hanya di Indonesia. Gunadi dan Suwarna mengatakan bahwa ada mahasiswa dari Yogyakarta menjual angkringan di Jepang, Amerika Serikat, dan Swedia.
Pada 26 Februari Februari 2020, Desa Ngerangan resmi menjadi Desa Cikal Bakal Angkringan.
Baca juga: Pelopor Angkringan atau Hik Wiryo Jeman Meninggal Dunia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.