Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Dalam Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Kompas.com - 13/01/2023, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam terminologi Gagne, proses pendidikan sejatinya merupakan ikhtiar untuk memicu dan memacu setiap orang untuk melakukan interaksi atau pengaitan diri antara muatan dan struktur substantif, sintaktik, dan normatif yang diorganisasikan secara sistemik di dalam kurikulum dengan yang terdapat di dalam diri masing-masing orang.

Pendidikan Terbuka & Jarak Jauh

Percik pemikiran Ki Hadjar yang dikonseptualisasi secara filosofis dalam “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”, tidak berbeda dengan konsep dan teori Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) yang dikemukakan oleh para ahli, serta praktik yang dilakukan oleh lembaga/institusi/organisasi PTJJ.

Baca juga: Konsep Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Solusi Bagi Asia Tenggara

Seperti halnya Ki Hadjar, pendidikan terbuka (open education) merupakan sebuah sistem pendidikan yang menekankan pada pentingnya keluwesan dalam mekanisme dan proses penyelenggaraannya, serta bertumpu pada karakteristik kemandirian belajar yang hakikatnya merupakan “kodrat/fitrah” setiap orang sebagai peserta didik.

Sistem pendidikan terbuka meminimalisasi, bahkan menghapus atau meniadakan setiap bentuk hambatan, batasan yang menghalangi kesempatan dan pengakuan seseorang untuk berpartisipasi dalam pembelajaran/pendidikan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat dan kapasitasnya (self-directed). Baik dilakukan secara otonom atas dasar arahan subyek belajar sendiri dengan dan/atau tanpa bantuan atau fasilitasi dari sejawat dan sumber belajar lainnya.

Sistem pendidikan jarak jauh (distance education) adalah pendidikan yang menekankan pada kemandirian belajar dalam mempelajari beragam konten dan sumber yang tersedia, dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan gaya, kecepatan, waktu dan jadwal masing-masing individu pebelajar.

Seperti halnya dalam pemikiran Ki Hadjar, dalam sistem pendidikan jarak jauh setiap orang bisa belajar di mana saja, dan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda. Tak ada masalah, mereka mau belajar kapan saja, di mana saja, dengan siapa saja secara daring dan/atau tatap muka.

Jika dalam praktik pendidikan regular, mereka yang mau belajar harus datang ke sekolah/kampus. Dalam sistem pendidikan jarak jauh “sekolah/kampus yang datang ke rumah”. Setiap rumah adalah dan menjadi kampus/sekolah bagi setiap orang. Yang penting lokus kontrol belajar berada pada masing-masing individu pebelajar.

Baca juga: Menyelisik Konstruksi Pendidikan Jarak Jauh dalam Naskah Akademik RUU Sisdiknas

Lokus inilah yang memungkinkan pebelajar mampu meredusi adanya tekanan waktu, mengeliminasi kebutuhan pengaturan jadwal yang ketat, mengurangi gangguan belajar dari orang lain, dan sesuai dengan perbedaan gaya belajar individual.

Pembelajaran dalam sistem pendidikan jarak jauh juga dapat dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok belajar berbasis komunikasi antar-manusia (human communications-based learning) dalam sebuah iklim pembelajaran yang aktif, interaktif, partisipatif, dan komunikatif.

Atau melalui proses “many-to-many communication” baik melalui email, papan buletin, dan/atau forum-forum diskusi/chatting/dialog via internet. Yang terpenting adalah bagaimana pembelajaran harus dikemas dapat memfasilitasi pebelajar agar mampu membangun, menciptakan, dan memelihara jaringan dan kumpulan informasi (content), narahubung, dan sumber-sumber belajar (digital artifacts) yang berkaitan langsung dengan persoalan nyata secara berkelanjutan.

Merdeka Belajar dan Merdeka Mengajar

Konsep dan pemikiran Ki Hadjar ini juga telah menginspirasi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, untuk mengembangkan program “Merdeka Belajar”  dan “Merdeka Mengajar”. Merdeka belajar adalah sebuah program yang memberikan kepada peserta didik kesempatan belajar secara bebas dan nyaman, gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami dan potensi yang mereka miliki sebagai anugerah Tuhan.

Dalam program merdeka belajar ini, juga dilibatkan berbagai pihak mulai dari instansi pendidikan, guru, keluarga, dunia usaha dan dunia industry (DUDI), serta masyarakat sebagai fasilitator pembelajaran.

Baca juga: Program Merdeka Belajar Butuh Banyak Penyempurnaan dan Dukungan

Program itu menghidupkan dan merevitalisasi pemikiran Ki Hadjar yang dikonseptualisasi sebagai “trilogi sentra pendidikan”, meliputi alam keluarga, alam perguruan/sekolah, dan alam pergerakan pemuda/lingkungan kemasyarakatan.

Sinergitas ketiga sentra pendidikan inilah yang memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan diri secara utuh menjadi manusia berkarakter.

Merdeka mengajar adalah program yang dikembangkan untuk membantu guru mengajar, mengembangkan kompetensi, dan berkarya lebih baik lagi. Guru merdeka mengajar adalah guru yang senantiasa berefleksi untuk menyesuaikan pemikiran guna menyesuaikan pemikiran dan perbuatannya terhadap perubahan dalam upaya mencapai tujuan.

Esensi mengajar adalah memulihkan harkat dan martabat manusia dan diarahkan kepada bakat serta kodratnya. Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kreativitas yang memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak.

Sejalan dengan esensi merdeka mengajar, guru atau siapapun yang menjadi fasilitator atau sumber belajar, harus mendasarkan diri pada empat pilar pendidikan emansipatoris ala Ki Hadjar, yaitu:

  1. Melakukan praktik (learning by doing) yang membuat peserta didik sadar utuh terhadap pembelajaran yang esensial;
  2. Memahami dan memprioritaskan peserta didik sebagai subjek aktif (active subject participant) dalam pembelajaran;
  3. Menetapkan tujuan dan target yang menantang tapi realistis (realistic and challenging targets) dicapai dalam pembelajaran dan pengembangan diri;
  4. Mandiri pada cara merancang pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan kesiapan murid (student’s need and readiness).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com