Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Pemilu 2024 Masih Hanya Sebatas Nama Figur Calon

Kompas.com - 12/01/2023, 20:38 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pengamat Politik UGM, Mada Sukmajati menilai perbincangan seputar Pemilu Presiden 2024 masih terbatas pada nama atau figur calon pemimpin.

Menjelang tahun politik yang semakin dekat, menurutnya sudah seharusnya ada pergeseran diskursus ke program dan gagasan.

Baca juga: Ikut SNPMB 2023? Ini 7 PTN dengan Lulusan Cepat Dapat Kerja

"Narasi Pilpres masih terjebak pada nama, mengasumsikan setiap nama punya program yang jelas mulia. Padahal itu belum jelas. Belum kelihatan adu gagasan sang nakhoda akan membawa kapal besar Indonesia ke mana lima tahun ke depan," kata dia mengutip laman UGM, Kamis (12/1/2023).

Mada melanjutkan, sepanjang diskursus seperti ini masih berkembang, politik programatis tidak dapat berkembang.

"Menurut saya ini sangat ironis. Mau dibawa ke mana Indonesia ke depan sampai sekarang belum tahu," ucap dia.

Hal senada disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Fakultas UGM, Andi Sandi.

Dia mengaku, sudah saatnya para kandidat didorong untuk lebih fokus menawarkan program kerja lima tahun mendatang.

Selain itu, tensi dan polarisasi perlu dikurangi, terutama yang melibatkan politik identitas.

Baca juga: Psikolog UGM: Lato-lato Kurangi Ketergantungan Anak Main HP

"Ini tidak baik bagi kontestasi politik. Ketika memanfaatkan isu SARA ini tidak menyelesaikan masalah," jelas dia.

Dia menerangkan, dalam proses kampanye ada kecenderungan dari kandidat politik untuk saling menyerang.

Hal ini menjadi salah satu isu yang perlu menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Perlu dipahamkan bahwa ketika menonjolkan program tidak perlu mendiskreditkan calon dari partai lain. Efeknya masyarakat makin terpecah, padahal Indonesia dibangun di atas fondasi persatuan. Menonjolkan diri boleh tapi tidak dengan menginjak yang lain," ungkap Andi.

Pakar Komunikasi Politik UGM, Nyarwi Ahmad berbicara seputar potensi penyebaran hoaks atau disinformasi menjelang tahun politik 2024.

Disinformasi, menurutnya, berpeluang tumbuh subur di tengah lanskap masyarakat modern yang lekat dengan penggunaan media sosial (medsos), dan di tengah pertarungan politik dengan polarisasi yang kuat.

"Dalam dunia politik informasi menjadi oksigen, kunci yang menggerakkan semua persepsi bahkan semua perilaku. Kalau zaman dulu dari media massa ada gatekeeper teman-teman wartawan, di sini siapa pun bisa jadi content creator. Di sini ada peluang hoaks dengan mudah diproduksi dan dengan cepat tersebar," tutur Nyarwi.

Baca juga: Pakar Unair: Anak-anak Harus Hati-hati Konsumsi Chiki Ngebul

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com