Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seputar Konflik Proyek di Rempang, Duduk Persoalan, dan Status Kepemilikan Tanah Warga

Kompas.com - 14/09/2023, 13:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

KOMPAS.com - Rencana proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), memicu konflik antara Pemerintah dengan warga sekitar.

Baru-baru ini misalnya, terjadi bentrok antara masyarakat sekitar dengan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP, pada Kamis (7/9/2023) lalu.

Ratusan warga memblokade jalan agar tim gabungan tidak masuk ke wilayah Pulau Rempang untuk mengukur lahan dan pemasangan patok dalam rangka proyek Rempang Eco-City.

Beberapa hari kemudian, warga juga menggelar unjuk rasa di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Senin (11/09/2023).

Aksi tersebut juga menimbulkan kericuhan antara pendemo dengan aparat keamanan. Bahkan hingga Selasa (12/09/2023) pagi, petugas kepolisian telah mengamankan 43 orang pendemo.

Profil Proyek Rempang Eco-City

Dikutip dari laman resmi BP Batam, proyek Rempang Eco-City mencakup pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan renewable energy.

Proyek Rempang Eco-City juga telah termasuk dalam Program Strategis Nasional sebagaimana termaktub dalam Permenko Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Baca juga: Atasi Masalah Rempang, Jokowi: Saya Langsung Telepon Kapolri

Rencana pengembangan wilayah Rempang telah dimulai sejak 2004 berdasarkan Akta Perjanjian No. 66 Tahun 2004 kerjasama antara BP Batam dan Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG).

Lalu, PT MEG resmi menjadi nakhoda untuk mengembangkan kawasan seluas 17.000 hektar itu pada 12 April 2023 lalu, ditandai dengan Peluncuran Program Pengembangan Kawasan Rempang di Jakarta.

Sementara untuk nilai investasi pengembangan proyek Rempang Eco-City mencapai Rp 381 triliun dan ditargetkan menyerap lebih dari 300.000 tenaga kerja.

Ada pun PT MEG disebut-sebut sebagai anak usaha Artha Graha Network yang pemiliknya merupakan salah satu konglomerat di Indonesia yakni Tomy Winata.

Dikutip dari laman resmi perusahaan, bisnis utama Artha Graha Network bergerak di sektor properti, keuangan, agro industri, dan perhotelan.

Selain empat bisnis inti tersebut, perusahaan juga melakukan diversifikasi ke lini bisnis lain termasuk pertambangan, media, hiburan, ritel, IT dan Telekomunikasi, dan sebagainya.

Khususnya di bidang properti, salah satu proyek yang dikembangkan dan dikelola Artha Graha Network ialah kawasan niaga terpadu Sudirman Central Business District (SCBD).

Pengembangan dan pengelolaan SCBD dilakukan oleh Artha Graha Network melalui anak usahanya yaitu PT Danayasa Arthatama.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com