Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah 1.000 Volvo Pesanan Korea Utara dari Swedia Tahun 1974, Tak Dibayar sampai Hari ini

Kompas.com - 20/02/2023, 12:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Gizmodo,NPR

PYONGYANG, KOMPAS.com – Ini adalah kisah mengenai 1.000 unit Volvo dari Swedia yang dipesan Korea Utara pada dekade 1970-an. Namun, ketika sedan-sedan itu tiba di Pyongyang, bahkan hingga mengaspal di jalan raya, rezim Korea Utara tidak membayarnya sampai sekarang.

Kisah ini bermula pada dekade 1970-an ketika bisnis-bisnis Swedia mulai berkembang dan berekspansi. Banyak dari mereka membidik pasar baru yang menjanjikan, sebuah negara bernama Korea Utara.

Pada 1974, beberapa perusahaan ekspor dari Swedia menandatangani kontrak perdagangan skala besar dengan Korea Utara. Kontrak tersebut mencakup penjualan industri buatan Swedia ke Pyongyang, termasuk mesin pertambangan berat dan 1.000 unit sedan Volvo 144.

Baca juga: Setelah Korea Utara Tembakan Rudal, AS dan Korea Selatan Gelar Latihan Udara

Perusahaan-perusahaan ekspor Swedia tersebut kala itu meyakini bahwa perekonomian Korea Utara sedang berkembang dan ada banyak uang di sana.

Seorang peneliti senior di Brookings Institution, Jonathan D Pollack, mengatakan bahwa pada saat itu kondisi perekonomian Korea Utara tidaklah buruk, sebagaimana dilansir NPR.

“Setelah Perang Korea, ekonomi mereka ditata kembali, menjadi negara industri yang berfungsi, tapi masih sangat bergantung pada bantuan,” ucap Pollack.

Jika melihat kondisi perekonomian Korea Utara kala itu, bukanlah sebuah hal yang buruk untuk membidik negara tersebut menjadi pasar yang potensial.

Swedia akhirnya mengirim produk senilai lebih dari 70 dollar AS ke sana. Nilai yang sangat besar kala itu.

Baca juga: Korea Utara Luncurkan ICBM dari Perintah Dadakan, Mampu Serang Balik Secara Cepat

Saking banyaknya suntikan "investasi" di Korea Utara, perusahaan-perusahaan ekspor Swedia dan para politisi sayap kiri mendorong Kementerian Luar Negeri Swedia untuk mengirim seorang diplomat ke sana.

Akhirnya, pada 1975, Swedia menjadi negara Barat pertama yang membuka kedutaan besar di Pyongyang.

Akan tetapi, tak lama setelah Swedia membuka kedutaan besar di Pyongyang, perdagangan negara itu dengan Barat tiba-tiba terhenti. Korea Utara tidak juga membayar barang yang diimpornya.

Seorang diplomat veteran Swedia, Erik Cornell, dalam memoarnya berjudul North Korea Under Communism: Report of an Envoy to Paradise, menulis bahwa Pyongyang rupanya melebih-lebihkan kemampuan industrinya.

Cornell tiba di Korea Utara, yang saat itu dipimpin oleh Kim Il Sung, pada musim dingin tahun 1975. Dia menjabat sebagai kuasa usaha Kedutaan Besar Swedia di Pyongyang hingga tahun 1977.

Baca juga: PM Kishida: Rudal Balistik Korea Utara Mendarat di ZEE Jepang

Cornell menuturkan, Korea Utara meyakini bahwa pihaknya segera mengejar negara-negara industri maju. Namun, menurut pendapat Cornell, Korea Utara tidak tahu bagaimana melakukan bisnis di luar blok Komunis. Perekonomiannya menjadi kacau.

Cornell mengatakan, alat-alat berat impor untuk pabrik dibiarkan berkarat di gudang-gudang Korea Utara. Dan, Pemerintah Korea Utara juga belum membayar 1.000 Volvo yang mereka pesan.

Batas waktu pembayaran terlewati, utang dan pembayaran bunga meningkat. Makin lama, makin jelas bahwa Korea Utara tidak mampu membayar semua barang yang dipesannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-814 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Kharkiv | Drone Ukraina Tewaskan 2 Orang

Rangkuman Hari Ke-814 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Serang Kharkiv | Drone Ukraina Tewaskan 2 Orang

Global
Serang Israel, Hezbollah Gunakan Senjata Baru Ini

Serang Israel, Hezbollah Gunakan Senjata Baru Ini

Global
Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Global
Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Global
Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Global
[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com