Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen Mi Instan Thailand Minta Izin Naikkan Harga, Pertama Kali dalam 14 Tahun

Kompas.com - 18/08/2022, 08:05 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

BANGKOK, KOMPAS.com - Lima produsen utama mi instan mendesak pemerintah Thailand untuk mengizinkan mereka menaikkan harga dalam waktu seminggu.

Tuntutan itu diajukan mengingat adanya kenaikan biaya produksi, yang mempengaruhi salah satu bahan makanan paling populer di negara itu.

Perang di Ukraina, serta kekeringan dan banjir selama setahun terakhir, telah menyebabkan harga gandum, energi dan biaya transportasi meningkat tajam, dan mempengaruhi harga mi di seluruh Asia.

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Taiwan Tolak Mi Instan Indonesia | Koper Isi Rp 6,6 Miliar di Pemilu Papua Nugini

Di Thailand, tingkat inflasi mencapai 7,61 persen pada Juli, hanya turun sedikit dari level tertinggi 14 tahun pada bulan sebelumnya.

Pemerintah "Negeri Gajah Putih" akhirnya berupaya mengontrol harga barang-barang penting tertentu, dalam upaya mengurangi tekanan pada konsumen.

Batasan harga diperuntukkan untuk barang-barang mulai dari bahan bangunan, telur, minyak goreng, termasuk mi, yang disukai banyak orang karena murah dan mengenyangkan.

Produsen mi instan Thailand Mama, Wai Wai, Yum Yum, Nissin, dan Suesat telah memperingatkan bahwa batasan harga saat ini pada produk mereka tidak berkelanjutan.

Dalam surat bersama yang disampaikan kepada pemerintah Thailand minggu ini, perusahaan-perusahaan tersebut meminta harga naik dari 6 bath (Rp 2.500) menjadi 8 baht (Rp 3.3000).

Ini akan menjadi kenaikan pertama harga eceran mi instan Thailand sejak 2008.

Baca juga: Kenapa Perang Rusia-Ukraina Disalahkan sebagai Pemicu Krisis Pangan Global?

Baca juga: Suami Ceraikan Istri karena Hanya Bisa Masak Mi Instan untuk Makan 3 Kali Sehari

Pabrik Produk Makanan Thailand, produsen Wai Wai mengklaim bahwa beberapa produknya sudah jual rugi. Perusahaan pun mengancam akan mengurangi penjualannya di Thailand demi pasar luar negeri, kecuali jika harga jual boleh dinaikkan.

Perwakilan perusahaan tidak segera tersedia untuk memberikan komentar pada Rabu (17/8/2022) menurut Guardian.

Produsen mengatakan biaya produksi mereka meningkat tajam karena invasi Rusia ke Ukraina, yang telah mendorong naiknya harga tepung terigu dan minyak.

Pemerintah Thailand kini mempertimbangkan permintaan mereka, meskipun menteri perdagangan Jurin Laksanawisit mengatakan kepada media Thailand bahwa dia yakin kenaikan menjadi 8 baht terlalu tinggi dan ini akan membebani konsumen.

Keputusan akan dibuat oleh Departemen Departemen Perdagangan Dalam Negeri Thailand, tambahnya.

Baca juga: UNIK GLOBAL: Misteri Ningen, Makhluk Antartika Mirip Manusia | Harga Mi Instan Nyaris Rp 1 Juta Per Kardus

“Saya pikir mereka sedang mempertimbangkan semua biaya sekarang. Kalau memang benar-benar perlu mengubah harga, harus mengikuti biaya (produksi) yang sebenarnya,” ujarnya. Jika biaya produksi kemudian turun, harga eceran juga harus turun, tambahnya.

Harga mi telah meningkat di tempat lain di Asia, termasuk di Jepang dan Korea Selatan.

Sementara itu di China, biaya gandum tahun ini diprediksi bisa naik hingga 30 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com