BANGKOK, KOMPAS.com - Para pegiat demokrasi Thailand semakin meniru taktik yang digunakan demonstran di Hong Kong dalam menentang larangan berkumpul, setelah berbulan-bulan melakukan protes yang menargetkan perdana menteri dan raja.
Ketika pengunjuk rasa di Bangkok menggunakan payung untuk melindungi diri dari gas air mata yang ditembakkan untuk pertama kalinya pada Jumat (16/10/2020), aksi itu amat mirip dengan demonstrasi anti-pemerintah yang mengguncang Hong Kong tahun lalu.
Dari helm, masker gas, flashmob, hingga isyarat tangan, gerakan mahasiswa Thailand tampak memakai pengalaman para aktivis muda Hong Kong dalam perjuangan mereka untuk perubahan.
Berikut tiga hal yang terjadi dalam protes Thailand, yang mirip dengan apa yang dilakukan di Hong Kong.
Baca juga: Massa Pro-Kerajaan Thailand Turun ke Jalan, Bentrok dengan Mahasiswa
Setelah banyak pimpinan demonstran ditangkap pekan lalu, para aktivis mengubah taktik.
"Mereka pikir menangkap para pemimpin akan menghentikan kami," kata Pla, seorang demonstran berusia 24 tahun, kepada ribuan pengunjuk rasa di Monumen Kemenangan Bangkok pada Minggu (18/10/2020).
"(Penangkapan) itu tidak ada gunanya. Kita semua adalah pemimpin hari ini. "
Meskipun ada beberapa sosok yang dianggap sebagai pimpinan, pengambilan keputusan dilakukan dengan melibatkan massa pengunjuk rasa, biasanya menggunakan forum online dan aplikasi bertukar pesan Telegram. Mereka kemudian berkumpul dalam jumlah besar dengan cepat.
Baca juga: Warga Thailand Ultimatum PM Prayut Chan-o-cha untuk Mengundurkan Diri dalam 3 Hari Ini
Di Thailand, penggunaan Telegram telah meroket dalam beberapa hari terakhir.
Para pengunjuk rasa menggunakannya untuk mengoordinasikan aksi unjuk rasa sejak pemerintah melarang pertemuan politik lebih dari empat orang pekan lalu.
Sebuah grup yang dimulai oleh Free Youth, salah satu perkumpulan aksi utama, memiliki 200.000 pengikut di Telegram sesaat setelah diluncurkan.
Pihak berwenang Thailand meresponsnya dengan memerintahkan penyedia internet memblokir aplikasi tersebut.
Banyak orang Thailand bergabung ke Telegram sebagai pengamat, tapi anggota yang aktif menggunakan sarana tersebut untuk menyusun strategi - mulai dari menentukan tempat demonstrasi hingga saling memberi informasi soal keberadaan polisi.
Seperti pengunjuk rasa Hong Kong, aktivis Thailand mengambil keputusan dalam pemungutan suara.
Baca juga: Gagal Redakan Demo, PM Thailand Cabut Dekrit Darurat