Ia menambahkan protes itu dibubarkan sebelum peralatan itu tiba.
Melampaui batas: #StandWithThailand
Aksi protes di Thailand dan Hong Kong berakar pada masalah lokal yang berbeda, namun para aktivis melihat kesamaannya.
Di Thailand, para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin kudeta yang menjadi perdana menteri tahun lalu setelah pemilihan umum, yang hasilnya disengketakan.
Mereka juga mendesak reformasi monarki yang kuat di negara itu, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya pada lembaga yang dilindungi dari kritik hukum itu.
Di Hong Kong, para aktivis juga menuntut pengunduran diri pemimpin mereka, Kepala Eksekutif Carrie Lam. Demonstran menuntut hak pilih universal dan memprotes meningkatnya pengaruh Beijing dalam urusan wilayah semi-otonom.
Baca juga: Semakin Ditekan Demonstran, PM Thailand Panggil Kembali Parlemen
Di kedua tempat tersebut, para juru kampanye demokrasi melihat perjuangan politik mereka sama-sama terjadi di era baru demonstrasi.
Awal tahun ini mereka menjuluki diri mereka Aliansi Teh Susu (Milk Tea Alliance) - koalisi daring lepas dari aktivis Thailand, Hong Kong, dan Taiwan - mengacu pada minuman klasik yang populer di ketiga tempat tersebut.
Para pemimpin protes Thailand sering mengatakan gerakan Hong Kong telah menginspirasi mereka.
Aktivis Hong Kong telah menyatakan solidaritas mereka, menawarkan tips tentang pakaian pelindung saat demo, menjaga keamanan internet, hingga cara pertolongan pertama.
Pekan lalu dia menulis: "Orang tidak perlu takut pada pemerintah mereka. Hanya pemerintah yang harus takut pada rakyatnya. "
Baca juga: Sederet Skandal Raja Thailand Maha Vajiralongkorn
Generasi baru pengunjuk rasa di Thailand dan Hong Kong sangat menonjol karena usia mereka yang muda dan keterampilan mereka dalam memanfaatkan teknologi modern.
"Budaya protes di Thailand pada tahun 2020 adalah budaya protes dari internet natives (warga internet asli)," kata Dr Wasana, merujuk pada mahirnya para aktivis dalam menyebarkan pesan mereka di media sosial.
Dengan mengadaptasi pedoman demonstrasi di Hong Kong, para aktivis berharap dapat mempertahankan gerakan mereka.
"Tidak ada contoh lain di mana anak-anak sekolah menengah dan perguruan tinggi melawan meriam air dan gas air mata dalam jangka waktu yang lama," tambah sejarawan itu.
Seluruh cara berdemonstrasi sedang bergeser di seluruh Asia Tenggara, kata Bridget Welsh, honorary research associate di Universitas Nottingham di Malaysia.
Aktivis demokrasi di Thailand dan Hong Kong, serta negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, "beradaptasi dengan otoritarianisme yang tumbuh di dunia global" dengan taktik yang berubah cepat, yang memanfaatkan kekuatan teknologi dan representasi visual.
Baca juga: Demo Thailand Mirip Demo Hong Kong, Ini 5 Kesamaannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.