Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstrasi Thailand, Mengapa Kaum Muda Bersedia Melawan Hukum dan Pimpin Aksi Besar-besaran?

Kompas.com - 18/10/2020, 11:32 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

BANGKOK, KOMPAS.com - Ribuan anak muda di Thailand menentang pemerintah, turun ke jalan, dan menyerukan perubahan dalam sejumlah aksi protes pro-demokrasi. Demonstrasi ini merupakan aksi terbesar yang pernah terjadi di negara itu sejak beberapa tahun terakhir.

Pemberlakuan dekrit darurat yang melarang demonstrasi semacam itu telah dikeluarkan oleh pemerintah Thailand sebagai upaya untuk menekan demonstrasi yang sebagian besar berjalan damai dengan menjadikan monarki sebagai target.

Meskipun demikian, gerakan demokrasi yang dipimpin mahasiswa terus berlanjut, menyebabkan banyak penangkapan.

Baca juga: Demonstrasi Thailand Masuk Hari Keempat, Lebih Damai dari Sebelumnya

Apa yang sebenarnya melatarbelakangi gerakan baru yang dipimpin oleh kaum muda Thailand ini?

Apa yang terjadi?

Gerakan pro-demokrasi yang berkembang menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-O-Cha - mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2014 dan kemudian diangkat menjadi perdana menteri setelah pemilihan kontroversial tahun lalu.

Dikecewakan oleh pemerintahan militer selama bertahun-tahun, pengunjuk rasa menuntut amandemen konstitusi, pemilihan baru, dan diakhirinya pelecehan terhadap aktivis hak asasi dan pengkritik negara.

Mereka juga menyerukan pembatasan kekuasaan raja - tuntutan yang telah menyebabkan diskusi publik yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengingat institusi ini telah lama terlindung dari kritik hukum.

Baca juga: 5 Fakta Kontroversial Raja Thailand Maha Vajiralongkorn

Hukum lese-majeste Thailand, yang melarang penghinaan terhadap monarki, termasuk yang paling ketat di dunia. Mereka yang dinyatakan bersalah karena melanggar peraturan ini akan menghadapi hukuman 15 tahun penjara. Kritikus mengatakan hal itu digunakan untuk menekan kebebasan berpendapat.

Dalam upaya untuk "menjaga perdamaian dan ketertiban", pemerintah Thailand telah mengeluarkan dekrit darurat yang melarang pertemuan besar, membatasi kelompok maksimal empat orang.

Namun pengunjuk rasa, sejak dekrit dikeluarkan, berbaris menentang larangan tersebut. Ratusan orang turun ke jalan di ibu kota Bangkok, beberapa menyasar kantor perdana menteri. Pemerintah menanggapi dengan mengerahkan polisi anti huru hara.

Di antara mereka yang ditangkap dalam demonstrasi terakhir adalah tiga orang pemimpin aksi protes: pengacara hak asasi manusia Anon Nampa, aktivis mahasiswa Parit Chiwarak yang dikenal dengan nama panggilan "Penguin", dan mahasiswi Panusaya Sithijirawattanakul.

Baca juga: Diduga Berbahan Kimia, Water Cannon Polisi Thailand Bikin Mata Perih

Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha.AFP / CHARLY TRIBALLEAU Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha.

Anon, 36 tahun, adalah orang pertama yang secara terbuka melanggar tabu, membahas monarki Thailand dengan menyerukan reformasi pada Agustus. Panusaya menjadi salah satu wajah aksi protes yang paling menonjol setelah mahasiswi ini menyampaikan 10 poin manifesto yang mendesak reformasi kerajaan pada akhir bulan itu.

Anon dan "Penguin" telah ditangkap sebelumnya. Tapi Panusaya, 21, baru kali ini ditangkap. Ia dibawa pergi dengan kursi roda sambil memberi salam tiga jari.

Salam hormat tiga jari diambil dari film Hunger Games, di mana itu adalah simbol pembangkangan terhadap negara otoriter.

Tidak seperti konflik sebelumnya, yakni antara Kaos Merah dan Kuning - pendukung faksi politik yang berlawanan di Thailand - konflik kali ini terjadi antara generasi tua dan muda.

Baca juga: Kemenlu Sebut WNI di Thailand dalam Kondisi Aman

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com