Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Parliamentary Threshold" Akan Turun, Bagaimana Tanggapan Partai-partai Parlemen?

Kompas.com - 05/03/2024, 20:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.comMahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Gugagatan itu diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Juru bicara hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih mengatakan, selama ini tak ada penjelasan rasiona terkait ambang batas parlemen 4 persen.

Karena itu, ia berharap agar penentuan ambang batas parlemen ini nantinya harus rasional.

Baca juga: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Akan Dihapus, Ini Kata Perludem dan Guru Besar UI

Kendati demikian, Enny menegaskan bahwa putusan MK tersebut tidak menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

"Threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk undang-undang untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif," kata Enny, Jumat (1/3/2024).

Namun, perubahan ambang batas parlemen ini baru berlaku pada Pemilu 2029.

Putusan ini pun mendapat respons beragam dari partai-partai parlemen.

Baca juga: Kata MK soal Kabar PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman Kembali Jadi Ketua

PPP

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PP) Romahurmuziy mengatakan, pihaknya menyambut baik putusan MK tersebut.

Menurutnya, penghapusan ambang batas tersebut membuat suara rakyat tidak ada yang terbuang.

"Karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi kursi. Inilah sebenarnya esensi sistem pemilu proporsional, yakni tidak ada suara rakyat yang terbuang," kata pria yang akrab disapa Rommy, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Jumat (1/3/2024).

Ia pun berharap agar putusan ini segera berlaku saat aturan itu diputuskan, tanpa perlu menunggu Pemilu 2029.

Sementara, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menuturkan, pihaknya menginginkan ambang batas turun menjadi 2,5 persen, sesuai penerapan pertama pada 2009.

Ia meyakini, angka 2,5 persen juga bakal menciptakan penyederhanaan partai politik di parlemen.

Baca juga: Mengenal Parliamentary Threshold, Syarat Partai Politik Bisa Masuk Parlemen

PKB

Tak seperti PPP, Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid menilai bahwa putusan itu menunjukkan sikap anomali MK.

Pasalnya, MK pernah menolak gugatan uji materi yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diturunkan.

Parliamentary threshold minta diturunkan tapi presidential threshold enggak (diturunkan) itu bagaimana maksudnya itu?” kata Hasanuddin, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Karena itu, pihaknya menganggap sikap MK tak selaras dengan penolakan uji materi ambang batas pencalonan presiden.

Padahal, salah satu alasan MK mengabulkan uji materi penurunan ambang batas parlemen adalah tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat.

“MK menolak itu kan presidential threshold diturunkan, tapi untuk ini dia mengabulkan, kan itu ambigu. Enggak selaras dong, katanya kedaulatan rakyat, kalau 20 persen presidential threshold itu enggak sesuai keinginan rakyat, sama, kalau pakai alasan yang sama untuk PT parlemen dengan presidential threshold ambigu,” papar dia.

Baca juga: MK Perintahkan Perubahan Ambang Batas Parlemen, Politikus PDI-P: Ada yang Ingin Lebih Tinggi

PDI-P

Sementara itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno menilai, putusan MK tersebut bakal memicu pembahasan panjang di DPR.

Sebab, untuk mencapai angka 4 persen, butuh perdebatan sengit yang penuh pro dan kontra di kalangan legislator.

“Berarti membuka kotak pandora, menciptakan atau melahirkan perdebatan baru karena ini perdebatan yang sudah sangat lama di DPR,” ucap dia, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/3/2024).

Hendrawan mengatakan, seluruh fraksi di DPR sebelumnya setuju bahwa 4 persen merupakan angka ideal untuk ambang batas parlemen.

Bahkan, banyak pihak yang menginginkan besaran ambang batas parlemen itu dinaikkan menjadi 5-7 persen.

“Banyak yang menginginkan itu lebih tinggi lagi mengingat sistem presidensil yang kita jalankan ini lebih kompatibel, lebih cocok, lebih pas dengan sistem multipartai sederhana," jelas dia.

Baca juga: PAN Harap Ambang Batas Parlemen Turun, Presidential Threshold 0 Persen

PAN

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi saat ditemui di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023).KOMPAS.com / IRFAN KAMIL Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi saat ditemui di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023).

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi pun turut merespons keputusan MK soal penurunan ambang batas parlemen itu.

Dia menuturkan, partainya mendukung agar ambang batas parlemen turun pada Pemilu 2029.

"Ya benar. PAN menginginkan parliamentary threshold, PT, tidak lagi 4 persen, sesuai dengan keputusan MK, tidak boleh 4 persen. Nah tafsir dari 4 persen itu harus turun, gitu," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Menurutnya, ambang batas yang terlalu tinggi justru akan mengakibatkan disproporsionalitas yang semakin besar.

Dampaknya, pemilu tak lagi proporsional karena banyak suara sah nasional yang tidak bisa dikonversi menjadi kursi.

Gerindra

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menuturkan, pihaknya menghormati putusan MK tersebut.

Namun, ia berharap agar jumlah anggota DPR dalam satu partai harus sama dengan jumlah alat kelengkapan dewan (AKD) yang berjumlah 17.

Habiburokhman juga tak sependapat jika format DPR RI sama dengan DPRD, karena dinilai tidak efektif.

"Format penggabungan partai menjadi satu fraksi seperti terjadi di DPRD terbukti tidak efektif, karena arahan pimpinan partai politik bisa berbeda satu sama lain," jelas dia, dikutip dari laman resmi Gerindra, Senin.

Baca juga: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Harus Diubah, Demokrat: Pilihannya Dihapus atau Ubah Angka

Demokrat

Sementara itu, Ketua DPP partai Demokrat Herman Khaeron menilai, ambang batas parlemen 4 persen harus diubah atau dihapus, sesuai putusan MK.

Ia menjelaskan, kelahiran ambang batas parlemen sebenarnya bertujuan agar terjadi seleksi penyederhanaan atau pembatasan jumlah partai di DPR.

Setuju dengan MK, Herman menganggap bahwa ambang batas parlemen nantinya harus proporsional.

"Ya betul, pilihannya 4 persen dihapus atau kita memberi (angka) ambang batas yang menurut MK harus proporsional," kata Herman, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Golkar

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa menjelaskan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya keputusan MK ini kepada DPR.

Namun, ia menegaskan bahwa harapan Golkar adalah kualitas politik di Indonesia ke depan lebih bagus, dengan calon anggota DPR yang lebih berbobot.

"Kita tidak ingin ada partai baru muncul kemudian bisa membawa ideologi-ideologi yang bisa membawa perpecahan bangsa ini," kata dia, dikutip dari tayangan Kompas TV, Jumat.

"Jadi kita ingin agar supaya indonesia menjaga stabilitas politiknya," sambungnya.

Baca juga: Beda Tafsir soal Putusan MK, Ambang Batas Parlemen Perlu Diperkecil atau Diperbesar?

PKS

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardami Ali Sera mengatakan, putusan MK sudah final dan mengikat.

Menurutnya, ambang batas parlemen sebenarnya ditujukan untuk menyederhanakan sistem demokrasi yang multipartai.

Dampaknya, jumlah partai semakin sedikit sehingga ada hubungan yang kuat antata pemilih dan partai politik.

Akan tetapi, ia menilai bahwa penyederhanaan parpol telah gagal menekan angka swing viters, bahkan kini justru lebih tinggi.

"Tetapi ini memang pilihan yang harus diambil dan masa sidang ini mudah-mudahan sudah bisa merespons keputusan MK ini dalam bentuk formulasi norma hukum baru yang itu revisi UU Nomor 7 Tahun 2017," ujarnya, dikutip dari Tribun News, Jumat.

(Sumber: Kompas.com/Vitorio Mantalean, Adhyasta Dirgantara, Tatang Guritno | Editor: Dani Prabowo, Icha Rastika, Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com