Hal tersebut tentu akan mengubah kehidupan di Bumi menjadi jauh lebih kecil dan menyebabkan banyak makhluk hidup di planet ini mati karena lemas.
Baca juga: Komet Tiga Kali Ukuran Everest Dikabarkan Meledak dan Mengarah ke Bumi, Apa Dampaknya?
Dikutip dari laman BGR, Sabtu (18/11/2023), untuk mencapai kesimpulan tersebut, para peneliti menjalankan model biosfer Bumi secara terperinci.
Mereka memperhitungkan perubahan kecerahan Matahari dan penurunan tingkat karbon dioksida seiring dengan pemecahan gas akibat meningkatnya suhu atau panas.
Lebih sedikit karbon dioksida menandakan lebih sedikit makhluk hidup yang melakukan fotosintesis seperti tanaman. Imbasnya, lebih sedikit pula oksigen yang dihasilkan.
"Penurunan oksigen sangat sangat ekstrem," kata penulis studi dan ilmuwan Bumi dari Institut Teknologi Georgia, Amerika Serikat, Chris Reinhard.
"Kita berbicara tentang jumlah oksigen yang satu juta kali lebih sedikit dibandingkan yang ada saat ini," sambungnya.
Sementara itu, menurut Ozaki, Bumi yang kaya akan oksigen hanya akan bertahan selama 20-30 persen dari umur Bumi secara keseluruhan.
Namun, bertahun-tahun setelah makhluk hidup seperti manusia dan hewan "punah", kehidupan mikroba anaerobik mungkin akan terus berlanjut.
Untungnya, manusia perlu menunggu beberapa miliar tahun lagi untuk melihat teori tersebut benar terjadi.
Meski bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan dalam kehidupan saat ini, fenomena berkurangnya oksigen tetap tampak sangat menyeramkan jika benar-benar terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.