Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadar Oksigen Bumi Bisa Turun Drastis dan Jadi Akhir Perjalanan Manusia, Kapan Terjadi?

Kompas.com - 27/11/2023, 20:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Oksigen adalah salah satu komponen terpenting yang menunjang kehidupan makhluk di permukaan Bumi.

Saat ini, kadar oksigen tercatat sekitar 21 persen dari total udara yang memenuhi atmosfer Bumi.

Kadar ini cukup untuk manusia, hewan, serta tumbuhan agar tetap hidup, tanpa perlu takut tercekik karena kekurangan atau terjadi ledakan akibat oksigen yang terlalu banyak.

Namun, dilansir dari laman Science Alert, Jumat (17/11/2023), sebuah studi baru menemukan, penurunan oksigen di atmosfer Bumi secara ekstrem dapat terjadi suatu hari nanti.

Keekstreman turunnya kadar oksigen tersebut bahkan dapat mencekik sebagian besar makhluk Bumi.

Lantas, kapan hal itu akan terjadi?

Baca juga: Jantung Bumi Berdetak Setiap 27 Juta Tahun Sekali dan Picu Kepunahan Massal, Kapan Berdetak Lagi?


Oksigen bukan benda permanen

Penurunan kadar oksigen secara ekstrem dapat membawa Bumi kembali ke kondisi yang sama seperti sebelum peristiwa yang bernama Oksigenasi Besar atau Great Oxygenation Event (GOE).

Studi yang terbit dalam Nature Geoscience pada Maret 2021 mengatakan, peristiwa tersebut menurut teori telah berlangsung sekitar 2,4 miliar tahun lalu.

Jika teori ini terbukti benar, maka kadar oksigen di atmosfer Bumi akan menurun drastis, sehingga memungkinkan lebih banyak gas metana memenuhi atmosfer.

"Atmosfer setelah deoksigenasi besar-besaran ditandai dengan peningkatan metana, rendahnya tingkat CO2 (karbondioksida), dan tidak adanya lapisan ozon," ujar salah satu penulis studi, Kazumi Ozaki.

"Sistem Bumi mungkin akan menjadi dunia dengan bentuk kehidupan anaerobik (organisme yang tak butuh oksigen)," lanjut ilmuwan lingkungan dari Universitas Toho, Jepang itu.

Para peneliti di balik studi ini mengatakan, oksigen di atmosfer tidak mungkin menjadi benda permanen di dunia yang layak huni seperti Bumi.

Dan hal inilah yang dapat menjadi pemicu upaya manusia untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan di alam semesta selain Bumi.

Studi memproyeksikan, deoksigenasi dengan penurunan oksigen secara tajam di atmosfer kemungkinan akan dipicu sebelum kondisi rumah kaca yang lembap dalam sistem iklim Bumi dimulai.

Saat itu tiba, Bumi akan menjadi akhir perjalanan bagi umat manusia dan sebagian besar makhluk hidup lain yang bergantung pada oksigen.

Hal tersebut tentu akan mengubah kehidupan di Bumi menjadi jauh lebih kecil dan menyebabkan banyak makhluk hidup di planet ini mati karena lemas.

Baca juga: Komet Tiga Kali Ukuran Everest Dikabarkan Meledak dan Mengarah ke Bumi, Apa Dampaknya?

Masih miliaran tahun lagi

Ilustrasi oksigenShutterstock Ilustrasi oksigen

Dikutip dari laman BGR, Sabtu (18/11/2023), untuk mencapai kesimpulan tersebut, para peneliti menjalankan model biosfer Bumi secara terperinci.

Mereka memperhitungkan perubahan kecerahan Matahari dan penurunan tingkat karbon dioksida seiring dengan pemecahan gas akibat meningkatnya suhu atau panas.

Lebih sedikit karbon dioksida menandakan lebih sedikit makhluk hidup yang melakukan fotosintesis seperti tanaman. Imbasnya, lebih sedikit pula oksigen yang dihasilkan.

"Penurunan oksigen sangat sangat ekstrem," kata penulis studi dan ilmuwan Bumi dari Institut Teknologi Georgia, Amerika Serikat, Chris Reinhard.

"Kita berbicara tentang jumlah oksigen yang satu juta kali lebih sedikit dibandingkan yang ada saat ini," sambungnya.

Sementara itu, menurut Ozaki, Bumi yang kaya akan oksigen hanya akan bertahan selama 20-30 persen dari umur Bumi secara keseluruhan.

Namun, bertahun-tahun setelah makhluk hidup seperti manusia dan hewan "punah", kehidupan mikroba anaerobik mungkin akan terus berlanjut.

Untungnya, manusia perlu menunggu beberapa miliar tahun lagi untuk melihat teori tersebut benar terjadi.

Meski bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan dalam kehidupan saat ini, fenomena berkurangnya oksigen tetap tampak sangat menyeramkan jika benar-benar terjadi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiaannya Diikuti Ratusan Orang

Ustaz Asal Riau Jadi Penceramah Tetap di Masjid Nabawi, Kajiaannya Diikuti Ratusan Orang

Tren
Gratis, Ini 3 Jenis Layanan yang Ditanggung BPJS Kesehatan Sesuai Perpres Terbaru

Gratis, Ini 3 Jenis Layanan yang Ditanggung BPJS Kesehatan Sesuai Perpres Terbaru

Tren
Respons Kemenkominfo soal Akun Media Sosial Kampus Jadi Sasaran Peretasan Judi Online

Respons Kemenkominfo soal Akun Media Sosial Kampus Jadi Sasaran Peretasan Judi Online

Tren
Ketahui, Ini 8 Suplemen yang Bisa Sebabkan Sakit Perut

Ketahui, Ini 8 Suplemen yang Bisa Sebabkan Sakit Perut

Tren
Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Batu Kuno Ungkap Alasan Bolos Kerja 3.200 Tahun Lalu, Istri Berdarah dan Membalsam Mayat Kerabat

Tren
Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Ditemukan di Testis, Apa Bahaya Mikroplastik bagi Manusia?

Tren
Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Tren
Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Ikang Fawzi Antre Layanan di Kantor BPJS Selama 6 Jam, BPJS Kesehatan: Terjadi Gangguan

Tren
Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Beredar Isu Badai Matahari 2025 Hilangkan Akses Internet Berbulan-bulan, Ini Penjelasan Ahli

Tren
Mengenal Jampidsus, Unsur 'Pemberantas Korupsi' Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Mengenal Jampidsus, Unsur "Pemberantas Korupsi" Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Tren
Starlink dan Literasi Geospasial

Starlink dan Literasi Geospasial

Tren
Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Saat Pegi Berkali-kali Membantah Telah Bunuh Vina, Sebut Fitnah dan Rela Mati...

Tren
5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

5 Kasus Besar yang Tengah Ditangani Jampidsus di Tengah Dugaan Penguntitan Densus 88

Tren
Jarang Diketahui, Ini Potensi Manfaat Konsumsi Kunyit Putih Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Potensi Manfaat Konsumsi Kunyit Putih Setiap Hari

Tren
Benarkah Taruna TNI Harus Tetap Pakai Seragam Saat Pergi ke Mal dan Bioskop?

Benarkah Taruna TNI Harus Tetap Pakai Seragam Saat Pergi ke Mal dan Bioskop?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com