Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jantung Bumi Berdetak Setiap 27 Juta Tahun Sekali dan Picu Kepunahan Massal, Kapan Berdetak Lagi?

Kompas.com - 16/11/2023, 12:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah penelitian menemukan, Bumi ternyata memiliki "detak jantung" yang lambat dan stabil setiap 27,5 juta tahun.

Detak jantung ini ditandai dengan letusan gunung berapi, kepunahan massal, dan perubahan permukaan laut.

Pakar geologi dari New York University dan penulis utama studi, Michael Rampino mengatakan, banyak ahli percaya peristiwa ini terjadi secara acak dari waktu ke waktu.

"Tetapi penelitian kami memberikan bukti statistik untuk siklus umum, menunjukkan bahwa peristiwa geologi ini berkorelasi dan tidak acak," ujarnya, dikutip dari The Sun, Jumat (10/11/2023).

Baca juga: Komet Tiga Kali Ukuran Everest Dikabarkan Meledak dan Mengarah ke Bumi, Apa Dampaknya?


Bumi berdetak setiap 27 juta tahun

Dengan menggunakan teknik penanggalan radioisotop, para ilmuwan dapat memperoleh wawasan tentang skala waktu geologi Bumi.

Secara khusus, dalam penelitian pada 2021 ini, Rampino dan rekan-rekannya menganalisis 89 peristiwa geologi besar selama 260 juta tahun terakhir.

Peristiwa itu meliputi kepunahan laut dan darat, letusan gunung berapi, serta peristiwa saat lautan kehabisan oksigen.

Setelah menganalisis, para pakar menemukan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut umumnya berkumpul pada 10 titik waktu berbeda selama 260 juta tahun.

Namun, yang paling menonjol, peristiwa ini terjadi dalam rentang waktu sekitar 27,5 juta tahun sekali.

Untungnya, sekumpulan peristiwa geologi besar ini baru terjadi sekitar 7 juta tahun lalu. Artinya, guncangan Bumi selanjutnya diperkirakan baru akan berlangsung pada 20 juta tahun mendatang.

Meski belum diketahui pasti, peneliti percaya denyutan Bumi mungkin merupakan fungsi dari lempeng tektonik atau bagian dari siklus astronomi.

Lempeng tektonik adalah proses saat kerak Bumi terus bergerak dan berubah. Sedangkan, siklus astronomi meliputi pola teratur gerak Bumi dan planet lain yang ada di tata surya.

"Apa pun asal-usul siklus ini, temuan kami mendukung catatan geologis yang sebagian besar bersifat periodik, terkoordinasi, dan kadang-kadang menimbulkan bencana, yang menyimpang dari pandangan banyak ahli geologi," jelas Rampino.

Baca juga: Ilmuwan Sebut 6 dari 9 Batasan Dilanggar Manusia, Bumi Tak Lagi Layak Huni

Siklus Bumi berdetak sudah lama diteliti

Ilustrasi Bumi awal yang memiliki atmosfer beracun seperti Venus saat ini. 
newscientist Ilustrasi Bumi awal yang memiliki atmosfer beracun seperti Venus saat ini.

Dilansir dari laman Science Alert, Jumat, ahli geologi telah menyelidiki potensi siklus geologi sejak lama.

Halaman:

Terkini Lainnya

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com