KOMPAS.com - Negara kepulauan di Eropa, Islandia telah mengumumkan “state of emergency” atau keadaan darurat untuk mengantisipasi letusan gunung berapi.
Gunung berapi yang berpotensi meletus itu berada di Semenanjung Reykjanes, Islandia.
Selain itu, lebih dari 3.000 penduduk juga diminta untuk mengungsi dari kota kecil di pesisir bernama Grindavik.
Dikutip dari CNN, para ilmuwan telah memantau termasuk di Kantor Meteorologi Islandia yang mengatakan adanya perubahan pada Minggu (12/11/2023).
Mereka mengindikasikan “magma bergerak lebih dekat ke permukaan” dan menyimpulkan pada Senin (13/11/2023), ada “daera kenaikan magma terbesar”, yakni di area 3,5 kilometer timur laut Grindavik.
Pemerintah setempat sempat mengizinkan beberapa warganya bisa kembali ke Grindavik untuk mengumpulkan barang-barang penting milik mereka pada Senin dan Selasa (14/11/2023).
Namun, kemudian ada perintah evakuasi kembali yang kali ini untuk alasan keamanan.
Evakuasi tersebut diberlakukan karena terjadi peningkatan SO2 atau sulfur dioksida di udara yang terdeteksi oleh meteran gas Kantor Met.
Pada Selasa pukul 14.00 waktu setempat, polisi mengumumkan mereka menutup jalan masuk ke Grindavik.
Baca juga: Detik-detik Letusan Gunung Bawah Laut Ciptakan Pulau Baru di Jepang
Menurut Badan Perlindungan Sipil setempat, Islandia sedang menghadapi peristiwa yang belum pernah dialami oleh para penduduknya.
Hal tersebut setidaknya sejak letusan di Vestmannaeyjar pada 1973 yang dimulai tanpa peringatan dan menghancurkan 400 rumah.
Koridor magma sepanjang 15 kilometer (sembilan mil) sekarang membentang dari barat laut Grindavík ke Samudra Atlantik yang menggunakan model yang dibuat dari data yang dikumpulkan di daerah tersebut pada hari Sabtu (11/11/2023).
Baca juga: Gunung Shishaldin di Alaska AS Meletus, Abu Vulkanik Membumbung Setinggi 9,1 Kilometer
Menurut para ahli, jika magma meletus di bawah laut, ledakannya akan lebih dahsyat dibandingkan jika meletus di darat.
Meski begitu, letusan di darat akan menjadi ancaman lebih besar bagi penduduk Grindavik itu sendiri.
"Ini bisa menjadi eksplosif jika magma berinteraksi dengan air laut," tutur peneliti di Imperial College London, Michele Paulatto.