Vitamin J dapat bermanfaat bagi kelinci percobaan, tetapi tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga tidak berhasil.
Penamaan selepas K menjadi lebih berantakan, karena sebagian besar vitamin yang ditemukan tak berfungsi secara signifikan untuk manusia, justru lebih bermanfaat untuk tanaman atau hewan. Hingga akibatnya, status mereka dicabut.
Baca juga: Disebut Bisa Atasi Kantuk, Bolehkah Vitamin C 1000 Dikonsumsi Setiap Hari?
Pada 1839, ahli kimia Belanda Gerardus Mulder mengusulkan keberadaan molekul yang disebutnya protein, suatu zat hewani yang menurutnya diperlukan untuk nutrisi manusia, dikutip dari National Geographic, Kamis (9/11/2023).
Selama beberapa dekade, sejarawan Kenneth Carpenter menuliskan bahwa protein dianggap sebagai satu-satunya nutrisi bagi kesehatan manusia meskipun ada pengetahuan bahwa buah-buahan, sayuran, dan susu meringankan kondisi seperti penyakit kudis dan rakitis.
Di sisi lain, kimiawan Polandia Casimir Funk melakukan eksperimen dengan memusatkan perhatian pada kulit dedak, menggunakan merpati pada awal abad ke-20
Saat itu, merpati yang hanya diberi makan nasi putih menjadi sakit, namun membaik ketika diberi dedak padi dan ragi.
Penemuan ini mengonfirmasi teori bahwa pola makan dan penyakit seperti beri-beri berkaitan. Ia menemukan bahwa penyebabnya bukanlah kekurangan protein.
Baca juga: Berbahayakah Minum Vitamin di Kondisi Perut Kosong?
Funk kemudian berteori pada tahun 1912, mengatakan bahwa penyebabnya karena kekurangan zat lain, senyawa yang mengandung nitrogen yang ia sebut “vitamin”.
Penemuan vitamin memberikan kejutan bagi komunitas ilmiah, menunjukkan bahwa penyakit mungkin disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan bisa disembuhkan dengan senyawa baru yang ditemukan dalam jumlah yang cukup.
Para peneliti bergegas mengisolasi mikronutrien lain yang terkait dengan penyakit seperti rakitis, kudis, gondok, dan banyak lagi.
Ketika Funk menciptakan istilah “vitamin”, ilmuwan nutrisi Amerika Elmer McCullum melakukan berbagai percobaan pakan dengan populasi hewan yang berbeda.
Ia kemudian menemukan bahwa zat “aksesori” yang terkandung dalam beberapa lemak sangat penting untuk pertumbuhan tikus. Zat yang larut dalam lemak ini kemudian dikenal sebagai vitamin “A” yang berarti “aksesori”.
McCollum juga melakukan eksperimen lebih lanjut dengan nutrisi yang berasal dari bekatul Funk, dan menamakannya vitamin “B” setelah beri-beri.
Akhirnya, ternyata zat yang dikenal sebagai vitamin B sangat kompleks, terdiri delapan vitamin yang larut dalam air, yang masing-masing diberi nama tersendiri seperti tiamin dan diberi nomor sesuai urutan penemuannya.
Saat ini, empat vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Selanjutnya sembilan vitamin yang larut dalam air yakni Vitamin C dan delapan vitamin B, yaitu:
Baca juga: Waktu Terbaik untuk Minum Vitamin A, B, C, D, dan E
Hanya satu vitamin yang melawan sistem penamaan, yakni vitamin K yang ditemukan oleh peneliti Denmark Carl Peter Henrik Dam pada 1929.
Zat tersebut seharusnya disebut vitamin F mengingat waktu penemuannya. Namun penelitian yang dilakukan Dam mengungkapkan, vitamin tersebut sangat penting untuk pembekuan darah dan lebih mudah dikenal sebagai koagulasi.
Sejak itu, para peneliti berfokus pada manfaat kesehatan dari zat tersebut, mempelajari lebih lanjut tentang hubungan antara kekurangan vitamin dan penyakit, serta menggunakannya untuk mengobati kondisi penyakit.
Namun, meskipun tidak ada vitamin F atau G di masa depan, bukan berarti pencarian akan nutrisi terhenti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.