Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UGM Ungkap Alasan Larangan Dosen "Killer", Peduli Kesehatan Mental Mahasiswa

Kompas.com - 04/11/2023, 17:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tengah membahas prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) untuk mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan nyaman.

UGM berharap tidak ada dosen killer yang mengajar mahasiswa di kampus melalui SOP tersebut.

Adapun, istilah dosen killer merujuk pada dosen yang mempunyai kebijakan ketat ketika menilai mahasiswa sehingga mereka sulit mendapat nilai memuaskan.

Dosen killer juga lekat dengan sosok dosen yang dingin, tidak akrab, dan bersikap keras terhadap mahasiswanya.

"Kita kan tidak pernah tahu mahasiswa yang datang ke tempat kita itu siapa, individunya, latar belakang keluarganya kita kan nggak pernah tahu," ujar Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof Wening Udasmoro dikutip dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023).

"Intinya kita punya kewajiban, membuat lingkungan yang betul-betul mereka itu aman dan nyaman," sambungnya.

Lantas, apa alasan UGM akan melarang dosen killer?

Baca juga: 4 Bakal Capres-Cawapres pada Pilpres 2024 Lulusan UGM, Siapa Saja?

Alasan UGM larang dosen killer

Wening menjelaskan, UGM berkomitmen melarang dosen killer karena pihak kampus ingin mahasiswa merasa senang ketika kuliah.

UGM, kata Wening, juga ingin menghilangkan bentuk-bentuk kekerasan, baik secara verbal, fisik, maupun psikologis, di dalam kampus.

Menurut Wening, kekerasan verbal dan psikologis yang digunakan dosen killer ketika mengajar mahasiswa tidak perlu digunakan.

"Kita mau bikin SOP, ada standar operasional prosedur untuk bagaimana relasi yang aman, yang nyaman antara dosen mahasiswa, antara mahasiswa. Kemudian antara orangtua dengan anaknya yang sekolah di UGM," jelas Wening, dikutip dari Kompas.com, Selasa (31/10/2023).

Ia mengatakan, kampus seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika.

Karena alasan itulah berbagai bentuk kekerasan selayaknya tidak terjadi lagi di kampus, termasuk dosen yang killer.

Wening juga mengatakan, UGM tidak hanya mengajar mahasiswanya mengenai ilmu, tapi juga nilai atau value.

Dengan SOP kampus aman dan nyaman, ia berharap aturan ini bisa melindungi mahasiswa dari masalah kesehatan mental.

"Memberi tahu mahasiswa kan tidak perlu dengan kekerasan verbal, kekerasan psikologis. Orangtua kan menitipkan ke kita kan untuk dididik menjadi anak yang antikekerasan," ujar Wening.

"Sangat tidak relevan. Karena untuk apa? Pada dasarnya kita di perguruan tinggi kan mengajarkan value. Kalau cuma ngajari ilmu, mereka bisa mengambil di mana-mana. Tapi di perguruan tinggi kita mengajari value empati, solidaritas, respecting others," tambahnya.

Baca juga: Ramai soal Rangka eSAF Motor Honda Disebut Mudah Patah, Ini Kata AHM dan Ahli UGM

UGM tolak kekerasan simbolik kepada mahasiswa

Lebih lanjut, Wening mengutarakan, UGM yang kini dipimpin Prof Ova Emilia selaku rektor sudah berusaha mewujudkan kampus yang aman, nyaman, inklusif, dan bertanggung jawab secara sosial.

Hal tersebut dapat dilihat ketika Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) UGM 2023.

Pada saat itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM Arie Sujito mengusulkan agar penugasan untuk mahasiswa baru tidak ada.

Menurutnya, penugasan untuk mahasiswa baru merupakan bentuk kekerasan secara simbolik.

Bagi Wening, tujuan pendidikan, knowledge, dan kemanusiaan adalah kebahagiaan. Hal ini, kata Wening, tengah dipromosikan oleh UGM.

"Kita menolak kekerasan simbolis, mahasiswa disuruh sana, disuruh sini. Dulu kan kita disuruh bawa telur ditandatangani Pak RT," ujar Wening dilansir dari Kompas.com, Jumat (3/11/2023).

"Kita sering kali dimarahi sama Pak RT, ngapain saya RT disuruh tanda tangan telur. Saya sendiri pernah mengalami itu. Nah, ini kita enggak mau, jadi everyone is happy di UGM," pungkasnya.

Baca juga: Momen Haru Mahasiswa KKN UGM Pamit Pulang, Diantar Warga dari Dua Desa sampai Pelabuhan

(Sumber: Kompas.com/Wijaya Kusuma | Editor: Dita Angga Rusian).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com