Oleh: Karissa Veren dan Niken Widi Astuti*
FENOMENA kidult menjadi perbincangan hangat di masyarakat terutama di media sosial. Bahkan, boyband Korea bernama "Seventeen" merilis lagu berjudul ‘Kidult’ dalam album mini ketujuh mereka, yaitu ‘Heng:garæ’.
Kidult merupakan fenomena yang menggambarkan orang-orang dewasa muda (berusia dua puluhan hingga tiga puluhan) yang mendambakan kenyamanan dalam produk dan pengalaman indrawi yang mengingatkan mereka pada waktu lebih bahagia dan polos di masa kecil.
Istilah kidult, yang pertama kali diperkenalkan oleh Jim Ward Nichols, berasal dari kata kid berarti anak-anak dan adult berarti dewasa.
Tiga kriteria yang mendefinisikan kedewasaan adalah menerima tanggung jawab untuk diri sendiri, membuat keputusan mandiri, dan mandiri secara finansial (Arnett, 2006).
Namun, kidult memandang kedewasaan sebagai serangkaian tanggung jawab yang berlebihan dan berada di luar zona nyaman mereka.
Meski fenomena kidult mulai viral akhir-akhir ini, sebenarnya kidult telah ada sejak tahun 1960-an dan ditandai dengan besarnya presentase orang dewasa muda memutuskan untuk menetap bersama orangtua.
Pada 1970 di Amerika Serikat, tercatat sebanyak 11 persen yang kemudian meningkat hingga 20 persen di tahun 2005.
Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan tradisi di Amerika Serikat, di mana seorang anak yang memasuki jenjang perkuliahan dituntut untuk mandiri dengan tidak tinggal bersama orangtuanya lagi.
Tidak hanya itu, mereka juga secara sengaja menunda pernikahan ataupun tidak memiliki rencana untuk menikah.
Beberapa dewasa muda memilih untuk tetap melajang (Papalia & Martorell, 2021) agar tetap berada di zona nyaman dan menghindari tanggung jawab yang besar.
Walaupun tidak berpengaruh pada kecerdasan, fenomena ini memberikan dampak yang kurang baik.
Seorang kidult akan menghindari tanggung jawab yang membuatnya menjadi pribadi yang tidak kompeten dalam berinteraksi (Dvornyk, 2016).
Sifat kekanakan dan egois dapat muncul dalam diri seorang kidult. Mereka hanya akan berfokus pada pemenuhan psikologis terhadap ego sendiri tanpa mempertimbangkan hal lain.
Selain itu, kidult dapat menyebabkan recentering seseorang terhambat, di mana orang tersebut tidak berada pada fase yang seharusnya. Recentering adalah proses pendewasaan seseorang, dari remaja ke dewasa (Papalia & Martorell, 2021).