Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa Jadi Korban Gas Air Mata Saat Bentrokan di Rempang, Polisi: Terbawa Angin

Kompas.com - 08/09/2023, 16:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Siswa dari dua sekolah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menjadi korban gas air mata saat bentrok antara warga dengan aparat gabungan pecah pada Kamis (7/9/2023).

Aparat gabungan yang diterjunkan terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP.

Kerusuhan terjadi ketika petugas hendak melakukan pengukuran lahan terkait proyek Rempang Eco City.

Warga menolak kehadiran petugas lantaran mereka tidak setuju dengan pengembangan kawasan ekonomi tersebut di wilayahnya.

Baca juga: Kata Polrestabes Bandung dan LBH Bandung soal Kerusuhan di Dago Elos

Belasan siswa pingsan

Dari pantauan Kompas.id, Kamis (7/9/2023), sekolah yang terdampak gas air mata akibat kerusuhan pecah di Rempang adalah SD Negeri 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang.

Siswa dari dua sekolah tersebut berhamburan ke hutan di belakang sekolah karena ruang kelasnya dipenuhi dengan gas air mata.

Menurut Kepala SMPN 22 Galang Muhammad Nizab, ditemukan sejumlah proyektil gas air mata yang jaraknya hanya beberapa meter dari gerbang sekolah.

Akibat peristiwa tersebut, kata Nizah, sejumlah siswa juga mengalami pingsan dan terluka.

"Ada belasan siswa yang pingsan karena gas air mata. Beberapa lainnya juga mengalami luka di kaki akibat lari menerobos semak-semak di hutan," ujar Nizab.

Lantas, apa kata Polda Kepri soal peristiwa itu?

Baca juga: Kronologi dan Penyebab Kerusuhan di Dogiyai, Sasar Anggota TNI-Polri, Puluhan Bangunan Terbakar

Gas air mata terbawa angin

Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad merespons peristiwa siswa yang menjadi korban gas air mata ketika warga dengan aparat terlibat bentrok.

Pertama-tama ia mengatakan, bentrok diawali ketika masyarakat yang mengatasnamakan warga Rempang terlebih dulu melemparkan batu dan botol kaca ke arah aparat.

Mereka juga memblokade jalan akses memasuki wilayah Jembatan 4 Barelang.

"Bahkan, sejumlah oknum tak bertanggung jawab juga terus melemparkan batu dan botol kaca," kata Zahwani kepada Kompas.com, Jumat (8/9/2023).

"Meski petugas kepolisian telah mengimbau melalui pengeras suara agar barisan massa tidak gegabah dalam mengambil tindakan dan melanggar hukum," sambungnya.

Zahwani menjelaskan, gas air mata yang digunakan ketika mengendalikan situasi selama kericuhan terbawa angin dan masuk ke area sekolah.

Pada saat kejadian, beberapa kelas di sekolah tersebut masih terdapat murid dan guru.

Baca juga: Kerusuhan Perancis, Mengapa Kematian Seorang Remaja Picu Demo Besar?

Guru dan siswa dibawa ke RS

Zahwani mengatakan, guru dan siswa yang terkena gas air mata ketika bentrok pecah telah dibawa oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Kepri ke RSUD Embung Fatimah, Batam untuk mendapat perawatan medis.

Berdasarkan informasi yang diterima Zahwani, korban gas air mata mencapai 11 orang yang terdiri dari 1 guru SMP dan 10 siswa SMP.

"Saat ini semua korban sudah kembali ke rumah masing-masing," terang Zahwani.

Baca juga: Update Kerusuhan Perancis: Barisan Wali Kota Unjuk Rasa, Polisi Tetap Siaga

Polda Riau bantah ada bayi yang meninggal dunia

Lebih lanjut, Zahwani juga menampik kabar yang beredar bahwa ada seorang bayi yang meninggal.

Ia menyampaikan, bayi tersebut masih hidup. Bahkan saat aparat keamanan menemukannya, bayi tersebut sedang tertidur pulas di ayunan.

"Mengingatkan masyarakat untuk selalu memverifikasi informasi (saring sebelum sharing) sebelum menyebarkannya melalui media sosial dan berharap agar situasi di kawasan tersebut tetap kondusif demi kesuksesan proyek pengembangan Rempang Eco City dan kesejahteraan masyarakat setempat," tutur Zahwani.

Baca juga: Kerusuhan Perancis Meluas, Bagaimana Nasib WNI di Sana?

Bentrok akibat konflik agraria

Masih dari Kompas.id, kerusuhan antara warga dengan aparat di Rempang merupakan buntut dari konflik agraria.

Pasalnya, BP Batam berencana merelokasi seluruh penduduk di Rempang yang jumlahnya sekitar 7.500 jiwa.

Relokasi dimaksudkan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Rempang.

Proyek yang digarap PT Makmur Elok Graha (MEG) itu ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.

Di sisi lain, sebanyak 16 kampung adat Melayu juga terancam digusur akibat rencana pengembangan Rempang Eco City.

Warga yang menolak pengembangan kawasan tersebut melakukan perlawanan terhadap 1.000 aparat yang diterjunkan.

Tak hanya itu, puluhan kendaraan berlapis juga dikerahkan ketika warga menduduki Jembatan Barelang IV.

Pada saat itu, warga melempari aparat dan perlawanan mereka direspons dengan tembakan water canon dan gas air mata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com