Alih-alih hanya seragam, Ali mengatakan bahwa seharusnya menggunakan seragam tanpa sepatu dan sandal, sehingga tampak revolusioner di mata rakyat.
Suasana kongres pun mendadak riuh lantaran perdebatan antara Soekarno dan Ali Sastroamidjojo.
Kepada Ali, Soekarno berkata tajam, "Aku tidak setuju. Banyak orang kaki ayam, akan tetap mereka bukan orang yang revolusioner. Banyak orang yang berpangkat tinggi memakai sarung, tapi mereka bekerja dengan sepenuh hati dengan kolonialis. Yang menandakan seseorang itu revolusioner adalah bakti yang ditunaikannya dalam perjuangan."
Pada perdebatan kala itu, sayangnya, usulan serta pendapat Soekarno kalah. Meski begitu, Soekarno dan sebagian besar tokoh pergerakan tetap menggunakan celana panjang, jas, kemeja putih, sepatu, dan dasi.
Di sisi lain, Bung Karno dalam buku yang sama juga pernah mengatakan bahwa:
"Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka."
Sejak itu, peci hitam seolah tak pernah absen dari kepala Bapak Proklamator. Penampilan khas Bung Karno ini juga diterapkan saat membacakan pledoi "Indonesia Menggugat" di Pengadilan Landraad Bandung, 18 Agustus 1930.
Nota pembelaan itulah yang membuat Soekarno dan tokoh PNI lain dijebloskan ke dalam pejara Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Ganjar Resmi Capres PDI-P, Nama Puan Trending di Twitter
Selain Indonesia, sumber literatur karangan Yunos Rozan, The Origin of the Songkok or 'Kopiah' (2007), seperti dilansir Kompas.com menyebutkan, peci bisa dijumpai di Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Muangthai selatan, dan Filipina selatan.
Kopiah, peci, maupun songkok, kerap bahkan dianggap menjadi identitas Muslim di negara-negara yang rakyatnya mengenakan atribut ini.
Padahal, catatan-catatan sejarah menunjukkan bahwa peci sudah tercatat di Hikayat Iskandar Zulkarnain pada 1600 M.
Pasukan khusus Kerajaan Majapahit, Bhayangkara, misalnya, tercatat sudah memakai peci menurut Hikayat Banjar yang teksnya tertulis pada 1663.
Bukan hanya itu, Antonio Pigatella pada 1521, juga membubuhkan kata "cophia" pada catatan kosa kata Italia Melayu untuk kopiah, songkok, maupun peci.
(Sumber: Kompas.com/Editor: Rachmawati, Josephus Primus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.