Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah dan Makna Peci Hitam, Ciri Khas Bung Karno, Kini Dipakaikan Sang Anak ke Ganjar Pranowo

KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri, tampak memasangkan peci hitam kepada Ganjar Pranowo, calon presiden yang baru saja diumumkan.

Kopiah atau peci hitam merupakan benda "sakral" yang identik dengan sosok Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno alias Bung Karno.

Penyematan peci hitam kepada Ganjar oleh sang anak, Megawati, pun merupakan simbol identitas budaya Indonesia.

"Kita melihat budaya orang Indonesia itu berkopiah, dan Bung Karno mengatakan itu identitas dari nasionalisme kita yang disebut nasionalis religius," ujar Megawati, Jumat (21/4/2023).

Peci hitam, khas Bung Karno yang jadi identitas nasionalisme

Peci, kopiah, atau songkok merupakan penutup kepala untuk pria yang marak digunakan di Indonesia.

Atribut peci terutama peci hitam, amat identik dengan Soekarno, baik sebelum kemerdekaan maupun setelah Indonesia merdeka.

Skripsi berjudul Sejarah Penutup Kepala di Indonesia: Studi Kasus Pergeseran Makna Tanda Peci Hitam (1908-1949), menuliskan, Bung Karno memakai peci sebagai tanda pengenal saat rapat organisasi.

Bahkan, pernah suatu hari saat datang dalam rapat Jong Java di Surabaya pada Juni 1921, ia diminta untuk melepas peci yang dipakainya.

Namun, Soekarno yang kala itu masih berusia 20 tahun menolak dengan prinsip dirinya bukan pengekor, tetapi sebagai pemimpin.

Sebelum mengikuti rapat, dia bersembunyi di belakang tukang sate dan mengamati kawan-kawan yang tak mau menggunakan tutup kepala karena tampak seperti orang Barat.

Saat masuk ke ruang rapat, semua mata terarah ke Soekarno. Di saat itulah Soekarno berusaha memecah kesunyian dengan mengatakan:

"Janganlah kita melupakan demi tujuan kita bahwa para pemimpin berasal dari rakyat."

Simbol kepribadian Indonesia

Dikutip dari Kompas.com (17/8/2022), dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Cindy Adams menuliskan, Bung Karno pada 1928 pernah mengusulkan agar semua anggota PNI, partai yang ia dirikan, memakai pakaian seragam.

Usul itu memunculkan kontroversi, termasuk dari Ali Sastroamidjojo yang kelak menjadi Duta Besar dan Perdana Menteri di tahun 1950-an.

Ali Sastroamidjojo berpendapat, bangsa Indonesia seharusnya tidak berpakaian seragam seperti orang Eropa karena bertentangan dengan kepribadian nasional.

Alih-alih hanya seragam, Ali mengatakan bahwa seharusnya menggunakan seragam tanpa sepatu dan sandal, sehingga tampak revolusioner di mata rakyat.

Suasana kongres pun mendadak riuh lantaran perdebatan antara Soekarno dan Ali Sastroamidjojo.

Kepada Ali, Soekarno berkata tajam, "Aku tidak setuju. Banyak orang kaki ayam, akan tetap mereka bukan orang yang revolusioner. Banyak orang yang berpangkat tinggi memakai sarung, tapi mereka bekerja dengan sepenuh hati dengan kolonialis. Yang menandakan seseorang itu revolusioner adalah bakti yang ditunaikannya dalam perjuangan."

Pada perdebatan kala itu, sayangnya, usulan serta pendapat Soekarno kalah. Meski begitu, Soekarno dan sebagian besar tokoh pergerakan tetap menggunakan celana panjang, jas, kemeja putih, sepatu, dan dasi.

Di sisi lain, Bung Karno dalam buku yang sama juga pernah mengatakan bahwa:

"Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka."

Sejak itu, peci hitam seolah tak pernah absen dari kepala Bapak Proklamator. Penampilan khas Bung Karno ini juga diterapkan saat membacakan pledoi "Indonesia Menggugat" di Pengadilan Landraad Bandung, 18 Agustus 1930.

Nota pembelaan itulah yang membuat Soekarno dan tokoh PNI lain dijebloskan ke dalam pejara Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Tercatat sudah ada sejak zaman Majapahit

Selain Indonesia, sumber literatur karangan Yunos Rozan, The Origin of the Songkok or 'Kopiah' (2007), seperti dilansir Kompas.com menyebutkan, peci bisa dijumpai di Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Muangthai selatan, dan Filipina selatan.

Kopiah, peci, maupun songkok, kerap bahkan dianggap menjadi identitas Muslim di negara-negara yang rakyatnya mengenakan atribut ini.

Padahal, catatan-catatan sejarah menunjukkan bahwa peci sudah tercatat di Hikayat Iskandar Zulkarnain pada 1600 M.

Pasukan khusus Kerajaan Majapahit, Bhayangkara, misalnya, tercatat sudah memakai peci menurut Hikayat Banjar yang teksnya tertulis pada 1663.

Bukan hanya itu, Antonio Pigatella pada 1521, juga membubuhkan kata "cophia" pada catatan kosa kata Italia Melayu untuk kopiah, songkok, maupun peci.

(Sumber: Kompas.com/Editor: Rachmawati, Josephus Primus)

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/21/163000665/sejarah-dan-makna-peci-hitam-ciri-khas-bung-karno-kini-dipakaikan-sang-anak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke