Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dadan Rizwan Fauzi
Humas UPI Bandung

Ketua Forum Intelektual Muda Nahdliyyin

Menyoal Desakan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa

Kompas.com - 06/02/2023, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA tiga motif dasar tindakan politik, yakni mempertahankan kekuasaan, menambah kekuasaan, dan memperlihatkan kekuasaan. Begitu kata Hans Morgenthau dalam bukunya yang berjudul Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace.

Pandangan tersebut seakan menjadi jawaban atas kegaduhan politik yang terjadi ahir-ahir ini, yaitu terkait desakan perpanjangan masa jabatan kepala desa. Pada 17 Januari 2023, ribuan kepala desa berkumpul di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta. Orang-orang berseragam coklat itu berunjuk rasa menuntut DPR memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun.

Mereka berdalih, masa jabatan enam tahun yang diemban selama ini, tidak cukup untuk membangun desa yang lebih baik.

Sebagai pemimpin daerah otonom yang dipilih langsung oleh masyarakat, kepala desa memiliki tugas yang cukup besar. Mereka harus mampu menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, pembinaan serta pemberdayaan desa (Pasal 26 ayat 1, UU Desa). Pemerintah desa juga harus mampu mengelola dana desa yang besarannya mencapai Rp 1 miliar per tahun.

Baca juga: Kepala Desa Kini

Akan tetapi, kondisi tersebut tidak secara otomatis menjadi alasan perpanjangan masa jabatan. Sebab perubahan batasan masa kekuasaan bukan hanya disandarkan pada argumentasi politik dan ekonomi, tetapi ada legitimasi hukum yang harus ditaati. Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa selayaknya diposisikan dalam perspektif hukum ketatanegaraan.

Bernuansa Politik

Banyak pihak menganggap wacana penambahan jabatan kepala desa menjelang Pemilu serentak 2024 syarat muatan politik. Dengan masa jabatan yang diperpanjang, ribuan kepala desa ini nanti harus berterima kasih kepada partai politik dalam bentuk memberi dukungan politik elektoral. Bahkan lebih jauh lagi, dukungan tersebut bisa saja dikonversi menjadi izin proyek strategis di wilayah pedesaan.

Dalam aturan hukum yang berlaku, jabatan kepala desa diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan: Kepala desa memegang jabatan selama enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kemudian ayat (2) menyebutkan: Kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Merujuk aturan tersebut, sebenarnya masa jabatan kepala desa lebih lama dibanding presiden dan kepala daerah. Masa jabatan presiden dan kepala daerah hanya boleh dijabat selama dua periode dengan rentang waktu satu periodenya lima tahun.

Artinya, presiden dan kepala daerah hanya bisa menjabat 10 tahun, sementara kepala desa bisa menjabat hingga 18 tahun (3 periode). Padahal secara wilayah kerja, presiden dan kepala daerah lebih luas dan kompleks.

Secara subtansi, lahirnya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa diharapkan menjadi tonggak perubahan pradigma desa. Desa tidak lagi dianggap sebagai obyek pembangunan, melainkan ditempatkan menjadi subyek dan ujung tombak pembangunan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur sendiri pembangunan yang dilakukan di wilayahnya.

Tujuan dari semua itu, tidak lain adalah untuk memudahkan desa mewujudkan kesejahteraan bagi warganya. Meski demikian, pembatasan masa jabatan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kekuasaan yang tidak terbatas (unlimited power).

Baca juga: PKB Tampik Ikut Campur Soal Usulan Masa Jabatan Kepala Desa

Sebagaimana premis Leonard R Sorenson (1989) bahwa ancaman paling mendasar bagi rakyat adalah pemerintah dengan kekuasaan yang terlalu kuat. Sebaliknya, perlindungan rakyat yang paling mendasar adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya (limited government).

Selain argumen di atas, jabatan yang terlalu lama juga akan membuka peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004 hingga 2022, sudah ada 1.310 kasus tindak pidana korupsi yang terjadi. Sebanyak 686 tersangka di antaranya ialah perangkat desa.

Akibatnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mengalami penurunan hingga menjadi hasil paling buruk sejak reformasi (Transparency International).

Berdasarkan realitas tersebut, merevisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 untuk melegitimasi penambahan jabatan kepala desa bisa mencederai prinsip kedaulatan rakyat. Perubahan konstitusi tidak boleh dilakukan hanya untuk ego kekuasaan. Apalagi dilakukan menjelang Pemilu serentak 2024, bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya teransaksi politik elektoral.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Diduga Buntuti Jampidsus Kejagung, Apa Tugas Densus 88 Sebenarnya?

Diduga Buntuti Jampidsus Kejagung, Apa Tugas Densus 88 Sebenarnya?

Tren
9 Tanda Darah Tinggi di Usia 20-an, Bisa Picu Serangan Jantung dan Stroke

9 Tanda Darah Tinggi di Usia 20-an, Bisa Picu Serangan Jantung dan Stroke

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 26-27 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 26-27 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi Jampidsus Kejagung Dibuntuti Densus 88 | Rumput GBK Disorot

[POPULER TREN] Kronologi Jampidsus Kejagung Dibuntuti Densus 88 | Rumput GBK Disorot

Tren
Daftar Lengkap Urutan Film Mad Max, Terbaru Furiosa

Daftar Lengkap Urutan Film Mad Max, Terbaru Furiosa

Tren
Aktif di Malam Hari, Berikut 10 Spesies yang Termasuk Hewan Nokturnal

Aktif di Malam Hari, Berikut 10 Spesies yang Termasuk Hewan Nokturnal

Tren
Kisah Mat Bin Mat Suroh, Bertaruh Nyawa Selamatkan Kereta Api dari Kecelakaan Fatal

Kisah Mat Bin Mat Suroh, Bertaruh Nyawa Selamatkan Kereta Api dari Kecelakaan Fatal

Tren
12 Jenis Kanker yang Paling Sering Menyerang Pria, Apa Saja?

12 Jenis Kanker yang Paling Sering Menyerang Pria, Apa Saja?

Tren
Kisah Pasutri Berangkat Haji Beda Kloter, Bertemu di 'Gerbang Cinta' Masjid Nabawi

Kisah Pasutri Berangkat Haji Beda Kloter, Bertemu di "Gerbang Cinta" Masjid Nabawi

Tren
Jarang Disadari, Ini Efek Samping Vitamin C jika Dikonsumsi Berlebihan

Jarang Disadari, Ini Efek Samping Vitamin C jika Dikonsumsi Berlebihan

Tren
3 Perbedaan People Water's Forum dan World Water Forum, Sama-sama Digelar di Bali Tahun Ini

3 Perbedaan People Water's Forum dan World Water Forum, Sama-sama Digelar di Bali Tahun Ini

Tren
450 Bus Shalawat Siap Antar Jemaah Haji di Mekkah, Ini 22 Rutenya

450 Bus Shalawat Siap Antar Jemaah Haji di Mekkah, Ini 22 Rutenya

Tren
Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Pakar Ingatkan Potensi Ancaman Siber

Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Pakar Ingatkan Potensi Ancaman Siber

Tren
Tas Berisi Uang Rp 15 Juta Milik Jemaah Haji Indonesia Hilang di Masjid Nabawi, Ditemukan TKW

Tas Berisi Uang Rp 15 Juta Milik Jemaah Haji Indonesia Hilang di Masjid Nabawi, Ditemukan TKW

Tren
Daftar Gangguan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatan, Apa Saja?

Daftar Gangguan Mental yang Ditanggung BPJS Kesehatan, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com