Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Bumi Memanggil Manusia

Kompas.com - 09/01/2023, 11:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA, yang harus diakui sebagai negeri paling berbahaya sejagat, memang menimbulkan dilema tersendiri bagi para penduduknya. Seturut catatan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), kita memiliki 127 gunung api, 69 di antaranya masih aktif hingga kini. Jumlah itu terbanyak di dunia dan menduduki peringkat pertama dengan korban jiwa terbesar.

Saat catatan ini kami tulis, Gunung Anak Krakatau baru saja meletus (5/1/2023). Muntahan abunya menjulang sampai ketinggian 3000 meter. Gunung yang tumbuh dari dalam lautan ini, berpotensi melahirkan tsunami berulangkali, seperti yang terjadi pada 2018 yang merenggut banyak nyawa saudara kita.

Di Sumatera, pada 7 Januari 2023, Gunung Merapi di Tanah Datar, Sumatera Barat juga melestus, menyemburkan kolom abu vulkanik setinggi 300 meter. Meski tidak membahayakan, mitigasi bencana tetap harus dikedepankan, demi mengurangi korban jiwa.

Baca juga: Penataan Kembali Wilayah Bencana

Mari kita tinggalkan sejenak ulasan terkait gunung berapi. Kita beralih pada kajian kebencanaan dari sisi lain.

Sebelum menjumpai Dr Heri Andrea  (pakar geodesi dari ITB) di Bandung, kami sempat mengangsu kawruh pada sepasang seniman legendaris di Kota Kembang, Toto Amsar Suanda dan Yoyoh Siti Mariah. Keduanya pasutri pegiat Tari Topeng Cirebon.

Di sela-sela diskusi hangat di kediaman mereka, sore itu mendadak kami tersadar ada awan besar yang di bagian bawahnya seperti garis lurus, membentang dari timur ke barat. Itulah pertama kami melihat awan berbentuk demikian.

Seorang kawan yang berprofesi sebagai dalang mengatakan, bahwa awan itu disinyalir sebagai penanda badai oleh para nelayan di Mandar, Sulawesi Barat.

Tak sampai lima menit dari penampakan awan tersebut, kami mendapat laporan bahwa di Penawangan, Ciamis, Jawa Barat, badai sedang mengamuk. Mendengar kabar itu, Toto Amsar terkejut bukang kepalang. Pasalnya, seumur hidupnya, baru kali inilah kampung tempat kelahirannya dilamun badai.

Sampai di sini, semoga Anda paham apa yang sedang kami maksud.

Ya, dua dasawarsa ke belakang, kita banyak mengalami peristiwa anomali alam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Semburan lumpur di Sidoarjo, tanah bergerak yang menyertai gempa dan tanur memancar hingga mengakibatkan banjir (keduanya di Palu), bandang yang meluluhlantakkan Garut dan Banyuwangi, serta ratusan gempa susulan pasca sesar Cimandiri melumat Cianjur.

Banjir yang merendam 40 desa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, juga tak bisa kita anggap sepele. Sebab sangat terkait dengan bagaimana kita mengelola air dan resapannya.

Selain itu, kota-kota besar di Indonesia terancam kehabisan air dalam jangka waktu 30 tahun dari sekarang. Akar perkaranya lantaran penyalahgunaan air artesis yang membabi buta, penyusutan-pendangkalan situ dan hilangnya sumber mata air (bahkan ada yang sudah lenyap jadi pemukiman).

Di kitaran Bandung, penyedotan air sudah mencapai kedalaman 200 meter. Sementara cadangan air tanah hanya sampai di ambang 300 meter.

Padahal, pengisian air dari pegunungan dari seputaran Bandung, membutuhkan waktu puluhan tahun. Penjelasannya, air baru turun ke akuifer dengan kecepatan satu meter dari Gunung Manglayang dalam setahun. Begitu menurut paparan Dr Heri Andreas.

Akuifer adalah lapisan tanah yang mengandung air, di mana air bergerak di dalam tanah karena adanya ruang hantar butir-butir tanah.

Baca juga: Peristiwa Alam yang Termasuk Bencana Alam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

5 Efek Samping Minum Kopi Susu Saat Perut Kosong di Pagi Hari

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

Tren
Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com