Mungkin, para Dewa mulai kecewa, sehingga menghentikan arus uang yang berkelimpahan ke Bali. Para Dewa hendak mengembalikan ketulusan budaya dan spiritualitas, sekaligus keindahan alam Bali, Pulau Dewata.
Tentu saja, Bali tidak sendiri. Seluruh dunia sedang mengalami pemurnian serupa.
Jakarta, kampung halaman saya, pun serupa. Jutaan orang kehilangan lapangan kerja, atau dipotong tajam pendapatannya.
Jakarta mungkin jauh lebih parah. Juli 2021, kematian massal menghantui penduduknya, terutama mereka-mereka yang sebelumnya sudah sakit, atau terluka.
Di dalam sunyi, akibat tikaman pandemi, Bali dipaksa untuk menjaga jarak dari uang. Kita memang perlu uang. Namun, terlalu banyak dan terlalu mudah, uang itu menghancurkan.
Bali juga diajak melepaskan kerakusannya. Uang melahirkan dorongan untuk semakin tak puas, bahkan bersedia merusak diri dan alam, guna memperoleh uang lebih banyak lagi.
Alam rusak, karena manusia rakus. Jika alam rusak, maka hidup manusia juga akan terancam.
Pandemi COVID bukanlah ulah alam, melainkan manusia. Karena kerakusan dan kebodohannya, virus COVID tercipta, dan kini menggoncang seluruh dunia.
Dengan pandemi COVID ini, Bali juga diajak untuk melepaskan kemilau dunia yang semu. Uang, harta dan kenikmatan bukanlah sumber kebahagiaan yang sejati.
Padahal, budaya dan spiritualitas Bali tidak asing dengan hal ini. Tradisi Nyepi adalah tradisi pemurnian dan penyucian hati dari dunia yang tak sungguh nyata.
Bali pun diajak kembali tulus. Agama dan budaya dilakukan sebagai bentuk cinta dan peleburan dengan Yang Maha Kuasa.
Alam bukanlah barang untuk dijual, melainkan untuk dipelihara dan dicintai. Sejatinya, kita tak berbeda dari alam. Kita adalah alam, dan alam adalah kita.
Ah, waktu sudah sore. Saatnya saya kembali ke hotel, tempat saya menginap.
Dalam hati, secuil harapan menyapa. Semoga Bali bisa mengambil hikmah dari pandemi.
Semoga budaya dan alam Bali kembali asli, suci dan terbuka untuk semua.
Dalam kesunyian, saya kembali melanjutkan perjalanan…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.