Oya, pada 2010 ada lagi saudara kita yang hilang dari ingatan ditemukan: Homo denisova di Siberia.
Untuk memahami keluarga homo ini, kita bisa tengok keluarga kucing yaitu singa, cheetah, kucing peliharaan; keluarga anjing yaitu anjing, serigala, rubah, anjing hutan; keluarga gajah yaitu gajah, mamut, mastodon.
Nah, anggota keluarga kita yang disebut di atas telah punah. Yang tersisa hanya kita, Homo sapiens. Pertanyaan para ahli sejarah adalah kenapa hanya kita yang bertahan?
Menurut Yuval Noah Harari yang mendongeng sangat indah dalam bukunya Sapiens, kekuatan Homo sapiens adalah kemampuan otaknya menciptakan imajinasi fiktif abstrak atas sesuatu yang nyata.
Homo sapiens tidak hanya melakukan ini secara individual, tapi juga kolektif. Ketika imajinasi ini menjadi kolektif, ia mampu menyatukan dan menggerakkan.
Melalui imajinasi fiktif kolektif ini, Homo sapiens mampu bekerjasama dalam jumlah yang sangat besar, kemampuan yang diduga tidak dimiliki oleh keluarga homo yang lain.
Diduga, dalam rentang waktu yang panjang, keluarga homo lain punah karena tidak memiliki kemampuan ini dalam survival of the fittest.
“Inilah kunci dari sukses sapiens,” kata Harari.
Di dunia ini, tidak ada Homo sapiens yang hidup sendiri. Ia selalu merupakan bagian dari kelompok besar yang berdiri di atas sebuah imajinasi fiktif kolektif. Di antaranya, Harari menyebut negara, bangsa, agama, juga hak asasi manusia sebagai imajinasi fiktif kolektif.
Secara faktual negara itu bukanlah realitas. Yang disebut batas-batas negara nyatanya adalah hanya aliran air sungai, batu, atau pohon. Homo sapiens mengimajinasikan aliran air sungai, batu, atau pohon sebagai negara.
Homo sapiens yang memiliki imajinasi kolektif yang sama lantas bersatu dalam sebuah kelompok yang disebut negara. Orang-orang dalam satu negara bisa bergerak bersama untuk bekerja sama membangun sesuatu atau bahkan berperang dengan kelompok lain.
Orang beragama sama namun berbeda bangsa dan negara bisa bekerjasama mengumpulkan donasi untuk membantu pembangunan rumah ibadah.
Hak asasi manusia yang diyakini dan diperjuangkan banyak bangsa-bangsa di seluruh dunia adalah juga merupakan imajinasi fiktif. Ia hanya merupakan gagasan. Namun, gagasan itu mampu menggerakkan orang-orang untuk turun ke jalan berunjuk rasa.
Tidak pernah ada kelompok sapi berunjuk rasa memperjuangkan hak asasi sapi karena sapi tidak memiliki kemampuan berimajinasi seperti Homo sapiens.
Imajinasi kolektif ini juga yang menyatukan dan menggerakkan Army (sapiens lintas bangsa, agama, dan negara) untuk berduyun-duyun memborong BTS Meal di gerai-gerai McDonald.
Imajinasi fiktif Homo sapiens adalah kekuatan sekaligus kelemahan. Sepertinya amat jarang sapiens yang mampu melihat realitas ini apa adanya, tanpa nilai tanda, tanpa imajinasi fiktif.
Kelas-kelas meditasi banyak didatangi para sapiens untuk belajar hening, belajar melihat apa adanya. Konon kebahagiaan sejati hanya bisa diraih ketika kita mampu melihat segala sesuatu apa adanya.
Keindahan mawar hilang ketika kita memberinya nama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.