Seperti diketahui, demam menjadi salah satu gejala paling umum dari virus corona, sehingga tautan ini dapat menjelaskan beberapa kerusakan yang terlihat dalam penelitian.
Meski demikian, seringkali kerusakan dapat berkurang seiring waktu.
"Telah didokumentasikan dengan baik bahwa perubahan yang merugikan sering terlihat setelah penyakit sistemik dengan pemulihan biasanya memakan waktu setidaknya 3 bulan," ujar Profesor Alison Murdoch, seorang ahli kesuburan di Newcastle University.
"Seperti yang diakui penulis, temuan mereka mungkin merupakan respons yang tidak spesifik," lanjut dia.
Murdoch menambahkan, diperlukan penelitian jangka panjang sebelum testis dianggap sebagai organ berisiko tinggi khusus untuk Covid-19.
Menurut dia, penting dicatat bahwa tidak ada bukti virus Covid-19 dalam air mani dan belum ada bukti virus dapat ditularkan melalui air mani.
Baca juga: Studi di Wuhan Temukan Gejala Covid-19 Dapat Bertahan hingga 6 Bulan
Sejak dimulainya pandemi Covid-19, muncul kekhawatiran tentang dampak virus corona pada kesuburan pria yang terinfeksi.
Allan Pacey, seorang profesor andrologi di The University of Sheffield di South Yorkshire, Inggris yang telah meninjau sekitar 14 studi yang diterbitkan tentang topik tersebut, menyimpulkan bahwa efek corona virus yang dapat diukur pada kesuburan pria kemungkinan hanya sedikit dan sementara.
Temuan penelitian ini, menurut dia, bisa jadi karena faktor lain, seperti penggunaan obat untuk mengobati virus, yang juga diakui penulis dalam penelitian tersebut.
"Oleh karena itu, yang saya lihat dalam kumpulan data ini adalah kemungkinan perbedaan kualitas sperma antara pria yang sakit demam dan mereka yang sehat. Kami sudah tahu bahwa penyakit demam dapat berdampak pada produksi sperma, apa pun penyebabnya," kata Pacey.
Sementara itu, seorang profesor emeritus di Queen's University Belfast di Irlandia, Sheena Lewis, mengkhawatirkan pria obesitas dengan Covid-19.
"Kami tahu bahwa obesitas saja mengurangi kualitas sperma. Perawatan Covid-19 mungkin juga memengaruhi kualitas sperma pria ini, bukan virus itu sendiri," ujar Lewis.
Para ahli yang tidak terlibat dalam penelitian juga skeptis tentang kesimpulan laporan dan mendesak kehati-hatian dalam mengeneralisasikan temuan ini.
"Saya perlu memberikan catatan yang kuat tentang kehati-hatian dalam interpretasi mereka terhadap data ini," ujar Pacey.
"Sebagai contoh, penulis menyatakan bahwa data mereka menunjukkan bahwa infeksi Covid-19 menyebabkan gangguan signifikan pada fungsi reproduksi pria, namun itu hanya benar-benar menunjukkan hubungan," lanjutnya.
Sementara itu, Dr. Channa Jayasena, konsultan endokrinologi reproduksi dan andrologi di Imperial College London menjelaskan, sakit akibat virus seperti flu dapat sementara menurunkan jumlah sperma (terkadang menjadi nol) selama beberapa minggu atau bulan.
"Ini membuat sulit untuk mengetahui seberapa banyak pengurangan yang diamati dalam penelitian ini khusus untuk Covid-19, daripada hanya karena sakit," kata Jayasena.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.