Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ongkos Politik Mahal, Inikah Penyebab Pejabat Korup?

Kompas.com - 11/12/2020, 07:02 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sebaliknya, Halili mengatakan, praktik yang umum dijumpai di Indonesia adalah politisi yang menjalin hubungan saling menguntungkan dengan pengusaha, atau pengusaha yang kemudian terjun ke dunia politik.

"Akibatnya, korupsi yang hari-hari ini kita saksikan, itu salah satu dampak simptom patogenik. Jadi memang penyakit yang agak sulit disembuhkan," kata Halili.

Baca juga: Jelang Hari Antikorupsi Sedunia 2020: Korupsi Masih Jadi Ancaman di Masa Pandemi Covid-19

Apa solusinya?

Halili memaparkan, salah satu cara untuk membenahi ongkos politik Indonesia yang saat ini sangat mahal adalah pendanaan dari negara untuk membiayai proses-proses politik, terutama yang bersifat reguler seperti Pemilihan Umum atau kepartaian.

"Saya sangat yakin jika pendanaan partai politik, kemudian ongkos politik, terutama pemilu, pencalonan, dilakukan oleh negara itu akan lebih mudah mendeteksi sekaligus mengantisipasi adanya tindakan korupsi atau penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh para politisi," kata Halili.

"Hanya memang catatannya, apakah kita mampu membangun sistem akuntabilitas untuk pembiayaan politik oleh negara itu? Itu sesungguhnya pertanyaannya," ujar dia.

Namun, Halili yakin, pembiayaan politik oleh negara itu lebih memiliki daya paksa agar para politisi tidak main-main, apalagi sampai mencari uang dari sumber-sumber yang tidak dibenarkan.

"Kalau sistem akuntabilitas itu kan sebenarnya gampang. Misalnya, ASN yang jumlahnya sebegitu banyaknya di seluruh kementerian dan lembaga itu bisa kok "ditertibkan" melalui, salah satunya, LHKASN (Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara) kemudian yang pejabat itu LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara)," ujar Halili.

Menurut Halili, pembiayaan politik oleh negara bukan hal yang mustahil. Hal itu bisa dicapai dengan memperkuat aspek pengawasan atas sistem pembiayaan politik itu.

Baca juga: Sri Mulyani: Sikap Kita Sama, Tidak Ada Toleransi terhadap Korupsi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com