Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Korupsi Bansos, Pemerintah Harus Pastikan Pengawasan Bantuan Covid-19

Kompas.com - 07/12/2020, 07:31 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus dugaan korupsi proyek bantuan sosial bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 mengejutkan banyak pihak.

Kasus ini menjerat sejumlah pejabat Kementerian Sosial, termasuk Menteri Sosial Juliari Batubara.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainur Rohman, menilai, penyaluran dana bantuan selama masa pandemi rawan korupsi. 

"Kejadian di Kemensos ini, OTT oleh KPK adalah satu dari kita curiga, sekian banyak contoh potensi korupsi di dalam penanggulangan Covid-19 ini. Jadi sebenarnya tidak hanya bansos, seluruh anggaran penanganan pandemi itu sangat rawan korupsi," kata Zainur, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/12/2020).

Ia menyebutkan, sejak awal Pukat mengingatkan adanya potensi korupsi ini. Alasannya, salah satunya, karena besarnya dana yang dialokasikan.

Pemerintah mengucurkan dana hampir mencapai Rp 700 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Dana-dana itu disalurkan melalui berbagai pos seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.

Baca juga: Anggaran Penanganan Covid-19 Kini Rp 695,2 Triliun, Ini Penjelasan Wapres

Realisasi anggaran yang besar ini djalankan dengan metode kebijakan saat bencana atau krisis.

Pengadaan barang dan jasa bisa melalui penunjukan langsung, berbeda dengan situasi sebelum pandemi.

Tujuannya, memberikan kemudahan agar dana bisa segera dicairkan dan disalurkan kepada masyarakat.

"Tetapi dengan penunjukan seperti itu, (dana penanganan Covid-19) ini sangat rawan menjadi bancakan para pejabat," kata Zainur.

Pengawasan lemah

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana-dana ini.

Tidak ada sistem pengawasan terpadu yang dibentuk untuk mengawasi penyaluran dana dalam jumlah besar ini, sehingga potensi korupsi sangat besar.

Zainur mengatatakan, fungsi penganggaran yang sebelumnya dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tak diterapkan lagi melalui Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020.

Hal ini membuat pemerintah memiliki kewenangan yang besar terhadap alokasi anggaran. Pemerintah bisa merelokasi anggaran pendapatan dan belanja negara tanpa harus meminta persetujuan legislatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com