Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Ada Negara yang Gagal dan Berhasil Menangani Pandemi? Ini Kata Epidemiolog

Kompas.com - 03/10/2020, 12:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Gaya kepemimpinan berbasis ilmu pengetahuan ini paling berperan terutama apabila diterapkan sejak awal kasus terdeteksi di wilayah mereka.

Hal ini karena akan memengaruhi bagaimana negara tersebut merespons pandemi yang sudah terdeteksi.

"UK, Amerika Serikat, di awal juga menolak banget, penyangkalan. Termasuk Indonesia, kan...," sebut Dicky.

Menurutnya, gaya kepemimpinan yang menjadikan ilmu pengetahuan atau sains sebagai landasannya akan memengaruhi pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang akan diberlakukan.

Apabila respons pengendalian wabah berbasis sains sudah dilakukan sejak awal, maka langkah selanjutnya pun akan cepat dan tepat.

Baca juga: Bioskop di China Dibuka Kembali Setelah 6 Bulan Tutup, Popcorn Dilarang

'Kebakaran sudah meluas'

Sebaliknya, apabila upaya-upaya berbasis sains dan epidemiologi baru dilakukan saat kasus teah banyak, dan virus menyebar luas maka sudah cukup sulit terkendali.

"Sekarang mau kita lakukan, karena 'kebakaran' sudah dimana-mana, mau punya berapa 'pemadam kebakarannya', kan? Wong terbatas 'pemadam kebakarannya'. Ibaratnya kalau sedikit kan gampang, kalau banyak kan susah," papar Dicky.

Dicky mencontohkan bagaimana China merespons terjadinya kasus infeksi sejak awal terjadi letusan kasus di Wuhan.

Ia mengatakan provinsi-provinsi lain di China sudah melakukan persiapan, termasuk pelatihan tracer (epidemiolog lapangan).

Mereka rata-rata memiliki 10.000-an orang tracer di setiap provinsinya yang berpenduduk 50-100 juta jiwa.

Sementara Indonesia hanya memiliki 200-an tracer untuk lebih dari 270 juta jiwa penduduknya.

Saat ini kasus infeksi Covid-19 di China relatif terkendali. Hal itu sebab sedari awal China telah langsung merespons penyebaran dengan baik.

"Di perbatasan, di pintu masuk bandara, pelabuhan, wah luar biasa ketat, apalagi di awal yang dari Wuhan, langsung isolasi, karantina, kadang lebih dari 2 minggu, terus dicari lagi kontak segala  macam," jelasnya.

Strategi keluar dari pandemi

Dicky menyebutkan, tidak ada jalan keluar instan dalam mengatasi pandemi virus corona Covid-19. Termasuk dengan adanya vaksin. 

Menurut dia, agar dapat melandaikan kurva dan menghindari lebih banyak kasus kesakitan dan korban meninggal karena Covid-19 yaitu dengan memperkuat testing, tracing, treatment, dan isolasi karantina. 

Sementara di sisi lain, masyarakat juga harus disiplin dalam memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan. 

Baca juga: Nol Korban Meninggal, Bagaimana Vietnam Berhasil Menangani Pandemi Corona?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tren
Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Tren
Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Tren
Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Tren
Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

Tren
Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Tren
Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com