Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Ada Negara yang Gagal dan Berhasil Menangani Pandemi? Ini Kata Epidemiolog

Kompas.com - 03/10/2020, 12:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 masih melanda ratusan negara di dunia.

Entah negara maju, negara berkembang, negara miskin, atau negara kepulauan, semua juga mengalami dampaknya. 

Termasuk negara dengan berbagai macam ideologi mulai dari negara kapitalis, liberal, sosialis maupun demokrasi. Pandemi virus corona tidak mengenal batasan-batasan itu.

Meskipun di sisi lain, tingkat keparahan wabah di masing-masing negara beragam, pun dengan kapasitas penanganan yang dimiliki, juga cara pengendalian yang dilakukan.

Namun peneliti menilai, sistem politik dan ideologi sebuah negara tidak banyak memengaruhi dalam pengendalian pandemi. 

"Itu ada risetnya, termasuk di riset saya nanti, bahwa dalam pengendalian suatu pandemi itu tidak bergantung pada misalnya sistem politik atau ideologi yang dianut satu negara, tidak," kata epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman kepada Kompas.com, Selasa (29/9/2020).

Baca juga: 1 Miliar Dosis Vaksin Corona Akan Diproduksi China Tahun 2021

Dicky menyebut selama ini ada anggapan alasan di balik keberhasilan China dalam menangani pandemi di Wuhan, karena sistem ideologi yang mereka anut. Padahal menurut Dicky, hal itu sama sekali tidak berpengaruh.

"Ada anggapan bahwa 'China kan bisa berhasil karena dia negara sosialis-komunis', tidak. Enggak ngaruh. (Keberhasilan China) Karena dia itu respons awalnya (dalam mengatasi pandemi)," ujar Dicky.

Beda Rusia dan China

Dicky mencontohkan negara Rusia, sama-sama penganut paham komunis seperti China, tapi pada kenyataannya penanganan pandemi di sana tidak berjalan dengan baik.

"Kacau balau Rusia itu, berantakan. (Jadi pengendalian pandemi) Tidak ada hubungan dengan ideologi suatu negara," ungak Dicky. 

Termasuk juga kekayaan atau kekuatan ekonomi suatu negara juga tidak menjadi jaminan mutlak sebuah negara berhasil mengendalikan virus corona. 

"Kemudian tidak ada hubungannya juga dengan apakah dia negara maju atau negara miskin. Lihat Amerika, kacau. Jadi, tidak ada hubungannya," ujarnya.

Jadi apa faktor yang paling menentukan keberhasilan pengendalian pandemi di suatu negara?

Kepemimpinan berbasis sains

Menjawab pertanyaan ini, Dicky menyebut faktor utamanya adalah kepemimpinan.

"Yang berpengaruh terutama adalah pertama tentu leadership. Dari banyak bangsa atau negara yang pengendalian pandeminya paling berhasil, mereka itu leadership-nya kuat, leadership-nya berbasis sains dari awal," jelas dia.

Gaya kepemimpinan berbasis ilmu pengetahuan ini paling berperan terutama apabila diterapkan sejak awal kasus terdeteksi di wilayah mereka.

Hal ini karena akan memengaruhi bagaimana negara tersebut merespons pandemi yang sudah terdeteksi.

"UK, Amerika Serikat, di awal juga menolak banget, penyangkalan. Termasuk Indonesia, kan...," sebut Dicky.

Menurutnya, gaya kepemimpinan yang menjadikan ilmu pengetahuan atau sains sebagai landasannya akan memengaruhi pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang akan diberlakukan.

Apabila respons pengendalian wabah berbasis sains sudah dilakukan sejak awal, maka langkah selanjutnya pun akan cepat dan tepat.

Baca juga: Bioskop di China Dibuka Kembali Setelah 6 Bulan Tutup, Popcorn Dilarang

'Kebakaran sudah meluas'

Sebaliknya, apabila upaya-upaya berbasis sains dan epidemiologi baru dilakukan saat kasus teah banyak, dan virus menyebar luas maka sudah cukup sulit terkendali.

"Sekarang mau kita lakukan, karena 'kebakaran' sudah dimana-mana, mau punya berapa 'pemadam kebakarannya', kan? Wong terbatas 'pemadam kebakarannya'. Ibaratnya kalau sedikit kan gampang, kalau banyak kan susah," papar Dicky.

Dicky mencontohkan bagaimana China merespons terjadinya kasus infeksi sejak awal terjadi letusan kasus di Wuhan.

Ia mengatakan provinsi-provinsi lain di China sudah melakukan persiapan, termasuk pelatihan tracer (epidemiolog lapangan).

Mereka rata-rata memiliki 10.000-an orang tracer di setiap provinsinya yang berpenduduk 50-100 juta jiwa.

Sementara Indonesia hanya memiliki 200-an tracer untuk lebih dari 270 juta jiwa penduduknya.

Saat ini kasus infeksi Covid-19 di China relatif terkendali. Hal itu sebab sedari awal China telah langsung merespons penyebaran dengan baik.

"Di perbatasan, di pintu masuk bandara, pelabuhan, wah luar biasa ketat, apalagi di awal yang dari Wuhan, langsung isolasi, karantina, kadang lebih dari 2 minggu, terus dicari lagi kontak segala  macam," jelasnya.

Strategi keluar dari pandemi

Dicky menyebutkan, tidak ada jalan keluar instan dalam mengatasi pandemi virus corona Covid-19. Termasuk dengan adanya vaksin. 

Menurut dia, agar dapat melandaikan kurva dan menghindari lebih banyak kasus kesakitan dan korban meninggal karena Covid-19 yaitu dengan memperkuat testing, tracing, treatment, dan isolasi karantina. 

Sementara di sisi lain, masyarakat juga harus disiplin dalam memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan. 

Baca juga: Nol Korban Meninggal, Bagaimana Vietnam Berhasil Menangani Pandemi Corona?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com