KOMPAS.com - Seorang pasien Covid-19 dengan sistem kekebalan tubuh lemah telah menginkubasi strain virus baru yang bermutasi selama 613 hari sebelum meninggal dunia.
Pasien tersebut, seorang pria berusia 72 tahun dengan kelainan darah, gagal meningkatkan respons imun yang kuat terhadap beberapa suntikan vaksin Covid-19.
Dia akhirnya tertular varian omicron pada Februari 2022, seperti kata para peneliti di Pusat Pengobatan Eksperimental dan Molekuler (CEMM), University of Amsterdam, Belanda.
Berdasarkan laporan para peneliti, Kamis (18/4/2024), pria tersebut mengidap SARS-CoV-2 atau Covid-19 terlama hingga saat ini, meski beberapa kasus sebelumnya mencatatkan durasi infeksi ratusan hari.
Baca juga: Pasien Covid-19 Terlama: Dirawat Selama 549 Hari, Kini Pulang dan Hidup dengan Ventilator
Diberitakan Time, virus corona pada tubuh pasien yang tidak disebutkan namanya ini mengembangkan resistansi terhadap sotrovimab, pengobatan antibodi Covid-19, dalam beberapa minggu.
Kondisi tersebut ditemukan setelah analisis terperinci terhadap spesimen yang dikumpulkan dari setidaknya dua lusin usap hidung dan tenggorokan.
Para peneliti mencatat, pasien yang terinfeksi dapat menghilangkan virus dalam jangka waktu beberapa hari hingga beberapa minggu.
Namun, individu dengan sistem kekebalan lemah seperti kasus ini dapat mengembangkan infeksi yang terus-menerus dengan replikasi dan evolusi virus yang berkepanjangan.
Baca juga: Penyakit X Diprediksi 20 Kali Lebih Mematikan Dibanding Covid-19, Apa itu?
Pasien dalam kasus ini juga memiliki riwayat pengobatan untuk sindrom mielodisplasia, sekumpulan kelainan akibat pembentukan sel darah yang buruk atau tidak berfungsi dengan baik.
Sindrom tersebut tumpang tindih dengan mieloproliferatif, kanker darah langka karena tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah merah, sel darah putih, atau trombosit.
Dua gangguan dalam darah tersebut membuat pasien mengalami imunokompromais atau sistem kekebalan tubuh yang melemah.
Akibatnya, virus pada tubuh pasien melakukan lebih dari 50 mutasi. Bahkan, beberapa di antaranya menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghindari pertahanan kekebalan tubuh.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Bayar Mulai 1 Januari 2024, Berapa Harganya?
Para peneliti melaporkan, tidak ada respons klinis terhadap pengobatan yang diberikan oleh dokter.
"Pada akhirnya, pasien tersebut meninggal karena kondisi hematologisnya kambuh," kata peneliti merujuk pada kelainan darahnya, dikutip dari People.
Meski terinfeksi 613 hari hingga September 2023, para peneliti tidak menemukan adanya penularan yang terdokumentasi kepada orang lain.
Kendati demikian, kasus ini menggarisbawahi risiko infeksi SARS-CoV-2 yang persisten pada individu dengan sistem imun lemah.
Para peneliti turut menekankan pentingnya melanjutkan pengawasan genom terhadap evolusi Covid-19 pada orang dengan infeksi persisten atau terus-menerus.
Hal tersebut mengingat potensi ancaman kesehatan masyarakat karena varian virus yang dihasilkan masih memungkinkan untuk lolos ke masyarakat.
"Kami menekankan pentingnya melanjutkan pengawasan genom terhadap evolusi SARS-CoV-2 pada individu dengan gangguan sistem imun yang mengalami infeksi persisten," tutur peneliti.